Menyudahi, lebih tepatnya.

Mencintai dengan tulus.
Terlihat begitu klise dan kerap digaungkan dengan pasangan dilanda asmara. Bagaimana dengan patah hati yang tulus?

Mereka yang mencintai dengan tulus pun belum tentu ketika patah hati juga bisa menerima dengan lapang dada. Rasa kecewa, rasa ketidakberdayaan serta luka juga bisa menyebabkan orang bertindak di luar batas logika.

Saya duduk dan mendengar seseorang bercerita dengan kepayahannya perihal luka.
Seseorang yang hampir selama ini tidak pernah gagal memiliki hati yang ia inginkan. Ia bercerita diantara lelahnya, ia bagai menarikan kuas di kanvas hidup yang sebelumnya tak pernah menjadi harapan baginya.

Bagaimana bisa kau katakan patah hatimu sebagai patah hati yang tulus?


Sebab aku menerima tanpa memberi perlawanan sedikitpun.




Mengapa tak kau perjuangkan?


Sudah, dan tak lagi. Perjuanganku sudah kalah bahkan sejak sebelum aku memulainya.




Lantas untuk apa kau mulai jika begitu hanya akan membiarkan dirimu terluka sendiri.


Jika suatu peperangan jelas akan membuatmu terbunuh, apakah kau akan mundur dan menyamatkan hidupmu?. Jelas rasa penasaran serta kepengecutan akan tetap tertanam. Itu justru lebih menyengsarakan.


Memilih berjuang, sebab ada nilai lain yang jauh lebih penting dari luka.




Apa itu?


Mengenalnya dan melihat ke dalam hatinya.




Ia memberimu jalan untuk itu?


Jelas tidak untuk perkara hati, namun ia tidak membunuh aku yang mengendap dan berusaha mencuri hatinya. Ia justru membuka diri dan menampakkan keindahannya. Ia tak memberi rasa tidak nyaman. Justru akulah yang semakin mengutuk kebodohanku sendiri untuk memilikinya.




Kau merasa gagal?


Lebih tepatnya aku merasa bersalah untuk menyajikan perasaan sebagai hidangan pengalihan yang kapan saja bisa ia nikmati.




Tapi, mengapa? Maksudku bukankah seharusnya begitu


Ada keindahan yang sebaiknya jauh lebih baik jika tidak diusik. Biarkan ia tetap indah. Cukup saja ku pandang dari kejauhan.




Apa dia tau tentang ketulusan?


Tentu, tapi ada saatnya ketulusan bukan yang utama. Sebab masih ada banyak hal lain sebagai penyerta untuk kepemilikan.




Kau tidak sedihkah?


Menyembunyikannya lebih tepat ku sebut seperti itu.




Menyerah?


Menyudahi lebih tepatnya.




Kau begitu naif untuk menyerah sebelum menggunakan senjata terakhir.


Aku tak suka mengatakan menyerah. Sebab aku tak menjadikannya sebagai arena kompetisi. Cukuplah menjaganya dan memberikan senyaman-nyaman zona. Ketika hati yang baik akan lebih pantas untuk dimiliki oleh kekasih yang baik. Aku tak pernah meninggalkannya sebab doa adalah cara terbaik untuk selalu mengingatnya.




Lantas?


Sebab cinta yang tulus adalah cinta yang memberikan ketenangan, cinta yang menjaga. Bukan mengusik ataupun memaksa.




Semoga kaupun mendapatkan hati yang baik.      

Hati menyembuhkan luka

Rasa itu bisa hadir hanya dengan menatap matanya. Bukan mulut yang berbicara untuk mengenal. Namun, hati yang justru lebih arogan mencari celah menelusup bak air pada pori-pori.
Hati bergerilya untuk menemukan kenyaman serta memberikan ruang yang begitu nyaman. Untuk dihuni dan jelas untuk dimiliki.
Hati mampu menyembuhkan luka jauh lebih cepat dari sekedar “waktu yang akan menyembuhkan”.

Sebab hati akan menutup lubang-lubang pesakitan dengan cinta. Rasa emosional yang tak menentu. Ketakutan untuk kehilangan, keinginan untuk terus bersama juga kemampuan untuk membuktikan bahwa yang lain tak lebih baik.

Hati tak mampu sekedar memilih kepada siapa ia merasa nyaman. Sebab, caranya bekerja di luar logika yang dapat dipahami. Tak dapat dipilih kepada siapa, namun masih bisa ditentukan untuk melanjutkan atau tidak.

Debaran jantung yang mengeja namanya. Kehangatan dari suara, perhatian dan caranya memberi segala kenyamanan. Seolah kesempurnaan tiada dua. Walaupun berusaha untuk tetap bersama logika jika segala hal tiada yang sempurna.

Kembali hati akan menguji pada siapa segala resah tersudahi. Sebab bahagia saja tak mampu dikata sebagai cinta sejati. Masih ada gejolak, masih banyak kerikil. Menyelesaikan bersama dan tetap bertahan untuk saling menyembuhkan dan menutup lubang-lubang hati.

Namun jangan pernah lupa kapan harus memulai dan kapan harus berhenti.

Selamat ulang tahun sayang

Hai, apa kabarmu hari ini?

Sudah cukupkah kau menyibukan diri? Sudah ingatkah kau untuk pulang setelah jauh mengembara?. Dan sudahkah kau ingat perihal mencintai diri sendiri? Tentu saja tidak! Sebab aku tau kau melupakan ulangtahun mu sendiri. Miris.

Aku masih ingat jelas bagaimana caramu ingin membahagiakan orang sekitar. Caramu ingin menghadirkan bahagia untuk orang lain. Contohnya saja saat kau berusaha memberi kejutan birthday cake.

Aku tau walaupun tak kau beri tau. Saat itu kau tersesat hanya untuk mencari kue yang terbaik. Tanpa tau arah dan di kota yang baru kau tetap tak patah semangat. Sebegitu inginnya kau melihat orang lain bahagia di ulang tahunnya.

Atau pada saat kau berburu hadiah ulang tahun. Aku tau itu tidak mudah hingga harus berupaya keras untuk sebuah kejutan, untuk sebuah keinginan membahagiakannya. Kau lakukan itu dengan tulus dan tanpa ada paksaan.

Katamu semua yang kau berikan pantas untuknya. Aku tau kau mewujudkannya dengan tidak mudah. Sayangnya kau lupa satu hal, DIRIMU SENDIRI..!!
Apa ucapan yang kau berikan untuk dirimu sendiri? Tidak ada!
Apa hadiah yang kau berikan untuk dirimu sendiri? Tidak ada!
Dan apa yang kau upayakan untuk kebahagiaanmu sendiri di hari ulang tahun? Tidak ada!
Sebegitunyakah kau melupakan dirimu sendiri. Hingga kau lupa justru siapa-siapa yang pernah kau buat bahagia tidak jauh lebih penting dari dirimu sendiri.

Bukankah harusnya kau hadiahi jam tangan untuk dirimu sendiri. Setelah kau meninggalkan jam tangan kesayanganmu di Bandara. Bukankah seharusnya itu terpikir lebih utama agar kau tak lagi terburu-buru melihat jam di layar henpon hingga menyebabkannya jatuh ke lantai.

Kini seharusnya kau tau siapa yang ada dan tetap ada walaupun kau terjatuh dan siapa yang lebih pantas kau bahagiakan selain dirimu sendiri.

Kebahagiaanmu lebih utama, seharusnya kau tau itu. Usiamu bertambah dewasa, seharusnya kau lebih bijak membuat dirimu nyaman.

Tiup lilinmu, cintailah dirimu sendiri sayang. Tersenyumlah dan selamat ulang tahun Aufa.

[39] Tentang Lelaki, Gema dan Early Gray


Judul: Cinta yang sembunyi

Terbit: Juni 2016
Lomba yang diadakan oleh Mazaya Publishing dengan tema bebas berupa flash fiction 300 kata. Saya mengangkat cerita mengenai sebuah rasa, cinta. Cinta yang tumbuh dari perpustakaan kecil.
100 Soneta cinta karangan Maestro Pablo Neruda juga mengambil sedikit bagian dari cerita ini. Cerita yang tak terduga, cerita yang memiliki ending mengejutkan.
Cerita cinta yang tersembunyi.

[38] Phobia Chronomaly


Judul: Raja Yarkez

Terbit: Mei 2016
Tulisan fiksi fantasy yang saya ikutkan dalam lomba yang diadakan Oksana Publisher. Mengenai kerajaan kecil yang berada di kota Yunani. Berawal dari seorang pemuda yang pobia terhadap jarum suntik, dan ia harus mengikuti program donor darah dari raja mereka.
Tryphanophobia, menjadikan pemuda itu selalu berdoa agar tidak terlihat pengecut dihadapan pemuda-pemuda lain yang memiliki misi sama. Darah mereka akan dibalas dengan kemewahan.
Ending yang tak terduga menjadi penutup kisah. Buku yang terbit dari hasil seleksi dari Oksana Publisher. Raja Yarkez.

Andai aku bisa

Bukankah jauh lebih mudah jika kita jatuh cinta dengan melepas topeng, menjadi diri sendiri. Menjadi baik dan buruk yang gamblang

Bukankah jauh lebih melegakan jika apa-apa yang tak baik diselesaikan sudah, sedari awal. Agar jalan semakin ringan, agar hati gamblang

Bukankah lebih baik jika tak membiarkan hati untuk pura2 tak cinta. Sebab barang kali cinta yang kau tuju adalah yang juga menantimu.

Bukankah akan menjadi indah, menyulam kerusakan dan menutupnya dengan kejujuran adalah cara agar kita tak saling mengungkit luka

030616

Masih banyak yang lebih baik dari aku

“Masih banyak yang lebih baik dari aku”

Kerap mendengar kalimat itu untuk sebuah senjata akhir dari hubungan. Sementara tidakkah menyadari jika di awal hubungan ingin mencari orang yang bisa menerima kekurangan dan kelebihan.

Bukankah cinta itu tulus ketika ia bisa menerima dengan segala kekurangan dan bertahan semampunya dalam kondisi tak baik sekalipun. Walaupun, masih banyak yang lebih baik daripada aku.

Cinta tak semata mencari yang sempurna, jika itu menjadi takaran tentunya sedari semula ia akan berkelana ketika menemukan kesempurnaan lain. Tentunya memang benar akan ada selalu orang lain yang jauh lebih baik daripada dia.

Tapi, cinta perkara cukup dan nyaman. Ketika hatinya merasa cukup serta memiliki tempat yang nyaman itulah rumah terbaik untuk ia miliki. Untuk pulang dan melepas penat.

Cinta mengisi sekat-sekat yang kosong. Cinta adalah perihal melengkapi hal yang kurang tepat.

Jika begitu, masihkah kau melepas orang yang mencintaimu apa adanya?

Hanya saja, seseorang yang lebih bisa mengisi kekurangan-kekurangan darimu adalah seseorang yang juga menjadi idaman mereka.
Berpikirlah ulang sebelum menyebut masih banyak yang lebih baik dari aku.

Janji tetaplah janji

Bagaimana bisa hati yang merona merah jambu berubah menjadi lebam luka penuh sayatan tak terperi. Bagaimana bisa ketulusan yang tak berkesudahan terbalas dengan sedu sedan.

Jangan pernah meminta hati jika hanya untuk membuatnya terluka. Jikapun sebagai suatu hal yang tidak bisa dihindari, setidaknya masih mampu memilih untuk melakukannya dengan cara yang lebih pelan.

Membuatnya jatuh cinta jauh lebih mudah dari caranya mengobati luka. Tiada dendam tak juga menyampaikan gemuruh pertikaian batin. Senyumnya, ia masih bisa tersenyum dibalik rona mata yang remuk redam.

Kepandaiannya menyimpan luka justru memenjarakan penat yang tak tersampaikan. Sebab janjinya untuk membuatmu bahagia sama seperti janjimu untuk tetap menjaga hatinya. Dan kau tak pernah tau itu. janji tetaplah janji, terlepas perihal terpatahkan atau tidak.

Apa yang kamu tau tentang obrolannya bersama sang Pencipta. Apa yang kamu tau sepertiga malam bibirnya terjaga hanya untuk memanjatkan sebuah doa. Bukan untuk mengutuk dengan menyebut karma. Melainkan mendoakanmu agar selalu bahagia.

Tidakkah kamu tau bagaimana ia mengobati luka?
Tidak, pasti kamu tak akan pernah mau tau.

Segenggam Resah

Jika suatu saat aku berhenti mencintaimu, bukan karena niat yang bahkan tak pernah terbesit seujung kukupun. Bukan pula karena cinta yang mudah habis walaupun terabaikan. Namun, karena sikapmu yang membungkam cintaku hingga tak bernyawa.

Merindukamu bukan lagi kuasaku sebab untuk memikirkan sebuah rindu untukmu sudah bukan lagi perkara yang pantas.

Sejatinya kita jatuh cinta di bawah kolong langit. Tanpa ada tuntutan ataupun sebagai hal yang patut dikorbankan. Setidaknya menutup kisah cinta bukan dengan cara membuka lubang pertikaian.

Ada yang habis memang harus diakhiri begitu saja, dibiarkan tanpa obat hingga mengering sendiri. Tapi, luka bukanlah sebatas luka. Tidakkah terlihat ada hati yang jauh lebih terluka namun tak pernah kasat mata.

Percayalah tidak akan pernah ada cinta yang nyata dari seorang pecinta ketulusan jika hanya untuk melukai. Sebab baginya menjaga hati yang ia cintai jauh lebih penting dari sekedar ego memiliki hanya untuk bermain sementara.

Selalu ada pertikaian dengan malam kelam, sebab ia tak pernah lagi mampu menikam gemuruh kepalaku dengan rasa kantuk. Setelah tiada lagi kau di sini.

140516


Pendar nyala lilin kecil, tamaram menuju satu jenjang. Nyala dengan hati, tiup sajalah sebagai pertanda kita pernah ada.
Lihatlah kepulan asap kecil yang lesap. Menyimpan harap atas harapan.
Gubahan doa terapal jelas. Bukan mantra yang terpatri. Ada napas ketulusan, ada aroma wangi cinta.
Biarkan lidah api padam sebelum mengecap manisnya sepotong roti.
Katamu tak perlu mengucapkan selamat ulang tahun, sebab satu usia ditambahkan.
Jawabku hanya tersenyum, adalah cara menenangkan gemuruh.
Sudah habis pendar lilin tak begitu dengan cinta. Sebab hangat yang tertinggal pada ruangan adalah debar jiwa.
Nyanyikan sajak kebahagian hingga tik tok akhir batas.
140516
Adalah kamu sumber cerita yang tak ingin ku lewatkan begitu saja.
Kali kedua bukan ukuran pantas untuk sebuah kecukupan.
Semesta memiliki caranya sendiri, mengaminkan doa yang dalam diam ku sebut “semoga bahagia”