“ Dia bukan Andi mu lagi lo….”
Pesan singkat terakhir yang ku terima dari sahabat ketika ku pandangi LCD Blackberry, terkagetkan dengan kata-kata yang selama beberapa hari tidak pernah aku bayangkan, tapi yaahh…. itulah pukulan pelan untuk meloncat dari zona nyaman. Hati yang terkoyak sangat tidak aku harapkan, tapi ini adalah kenyataan pahit yang harus mau aku telan hingga dasar. Mulai membiasakan diri tanpa sapaannya di pagi hari adalah semangat yang terkubur dan seolah enggan berlomba dengan matahari, aaaahh aku mulai membenci pagi. Pagi yang tak lagi ada semangat ketika menghidupkan Blackberry hanya untuk menunggu sapaan mu, atau pagi dengan suara mu dari seberang sana yang hanya untuk ciuman manis penyambut kumpulan nyawa ku.
Pagi yang sangat berbeda dengan kesamaan menepakkan kaki menuju sudut 6 x 7 meter dan menyandarkan tubuh ku pada dinding dengan melipat kedua kaki dan melingkarkan tangan ku pada lutut, sementara jamari ku masih menggenggam Blackberry tanpa pesan singkatnya lagi. Tiada yang salah dengan hati, karna hatipun tidak memilih untuk jatuh pada siapa, dan tiada yang patut dipertanyakan dengan kesedihan karna keikhlasan justru diajarkan pada kesabaran. Selalu saja ingat pada perjuangan terakhir untuk menggapai hati, aneh saja jika terjatuh cukup keras dengan sisa nafas jiwa yang masih tersisa apakah untuk bangkit berlari atau justru bangkit untuk terus mencoba.
Benar adanya bahwa suatu hubungan tidaklah ada yang mengetahui seberapa kuat dan rapuh hati pasangan mu selain dirimu sendiri. Ada banyak hal tentang dia yang hanya akan aku simpan sendiri, tentunya dialah pelangi mata yang akan selalu meluap ketika aku menceritakannya, menceritakan tentang keindahannya tentu saja. Karna Kristal air mata seharusnya sudah habis tadi malam menempel pada piyama biru bergaris kuning motif bunga yang aku suka serta pada bantal yang masih lembab pagi ini.