OJEK, bukan sesuatu yang unik, tapi cukup unik untuk saya yang tinggal di kota kecil tak berpenduduk banyak, dari jeritan pertama terlahir hingga detik menuliskan ini, bisa dihitung dengan sebelah tangan kiri saja saya mengendarai ojek, lebih tepatnya sih cuman lima kali, suka duka yang aku alami sebagai newbie penikmat ojek hingga menjadi mature dalam perojekan, ceritanya begini:
1. Ojek perdana
Ibaratkan seorang gadis bisa dibilang inilah malam pertama yang mendebarkan, peluh, gugup, bingung yang dirasakan antara kebelet pupp atau kentut, nyata terasa bahkan paranoid imaginasi jika ternyata kang ojek ini adalah anggota triad yang berusaha menculik ku sempet terlintas. tidak dipungkiri rasa laparpun mendominasi.
Malam itu di oktober 2012 terlupakan tanggalnya, aahh bukan perkara mudah seorang diri menapaki kota megapolitan ibu kota negara ku. Rute soeta airport di jumat sore menuju pool travel di mangga dua square serasa seperti berjalan kaki dari newyork ke tegal. keberangkatan terakhir ke kota kembang, dengan kondisi terjebak macet tol arah priuk
Mendapatkan ojek berkat bantuan supir taksi burung biru yang memberikan alternatif pindah dari singgasananya untuk mendobrak kemacetan ibu kota agar keresahan berkurang. Sungguh betapa kerennya beliau saat mencarikan ojek di simpangan jalan, sekaligus beliau menyelamatkan saya dari price list perojekan yang disepakati dengan nilai 10k sampai pool travel mangga dua square. terimakasih pak salman dari tegal
Jenis kendaraan honda, dengan cekatan menghidupkan dengan sekali kick starter. Berjaket hitam bertuliskan merk motor yang digunakan. Tanpa ada kode khusus saya melangkah dan memaku pada jog belakang.
“Tas nya di depen aja neng” ucap beliau dan saya menyerahkan tas tanpa menjawab dengan kalimat
“Dari mana neng?” Tanya beliau dan saya masih diam
“Neng baru orang mana?” Masih juga saya diam
“Neng da….” Belum selesai kalimat beliau, saya jawab
“Pa nanti saya jawab semua tapi sekarang saya gugup dan pokoknya kudu cepet sampai travel karna tinggal 10 menit lagi”
Tanpa menjawab beliau menutup kaca helm dan menbah kecepat layaknya rossi pada sentul seperti itu juga beliau melewati satu persatu kendaraan beroda, semakin bertambah rasa gugup karna menghawatirkan aroma badan beliau yang menyengat di ujung hidung, kekawatiran jika tiba-tiba saya pingsan mulai menghantui.
Hasilnya, ahh saya lega akhirnya terkejar juga travel saya atas bantuan Sukirman kang ojek jaket hitam, tak lupa saya senyum kepada beliau dan berlari menuju toilet terdekat.
2. Ojek emas
Namanya emas bukan sembarangan ojek, ojek persaudaraan, hanya kalangan tertentu dan pada waktu yang tak terduga. Kondisi saat itu kenyang (alhamdulillah) berbaur dengan lelah, ngantuk dan sedikit rasa sakit pada tenggorokan karena peradangan.
Seingat saya di tanggal 14 Februari 2013. Mendapatkan dia juga atas kemauannya sendiri dengan suka rela, merasa terhina jika diberi ongkos tapi justru sangat senang hati mentraktir saya menghabiskan malam di kopi tiam.
Jenis kendaraan Yamaha biru, helm full face selalu menggunakan sepatu sport dan tak lupa jaket tebal. Saya mengingat jelas kebiasaan emas ojek yang satu ini tidak pernah lepas dari gadgetnya pun batang rokok yang silih berganti terhisap habis selama bersenda gurau. Mengenal nasi goreng gila di selatan jakarta ataupun tragedi meniup lilin ulang tahun saya.
Rute starbucks jakarta selatan ke hotel harris, menjelang pagi masih saja bersama emas ojek kesayangan. Selalu ada kapanpun saya menepakkan kaki di jakarta, motto nya ‘walaupun aku orang susah tapi sapapun temen yang ke jakarta tidak akan kelaparan’ sambil promosi jika rambut beliau selalu dikeramas menggunakan sampo emeron.
“Besok kamu pulang jam berapa?” Tanyanya di halaman depan hotel harris
“Sore jam 7 sudah take off mas” jawab saya sambil melepas helm dan menyerahkan kepadanya
“Yowes, hati-hati ya besok jangan lupa kabarin kalo pulang”
” hu’um, makasih banyak ya mas ” sambil saya peluk erat.
Saya senang memiliki kakak seperti beliau yang tak pernah memilih berteman dengan siapa saja dan memang ketulusan beliau dalam menjaga adek-adeknya begitu terlihat. Emas Paijo, terimakasih banyak ya…
3. Ojek rumah sakit
Menemukan paman ojek di sekitaran rumah sakit kota saya tidklah mudah karena memang kota kecil ini tidak begitu banyak perojekan. Bahagiapun tidak luput dari rasa lelah, capek, panik dan sedih.
Hari yang saya lupa beserta tanggalnya, namun pastinya di Mei 2013. Di depan Rumah sakit umum daerah tingkat II kota yang berjarak dua jam dari tempat saya tinggal. Dengan kondisi jala pembangunan fly over menambah penat dan selembar CT scane milik orang tua saya biarkan berkibar dengan ujung sisi atas terpegang erat tangan kiri saya.
Siang hari terik, harus berlomba dengan waktu dengan jarak perjalanan 37km tanpa menggunakan jaket saya berada di jok belakang paman ojek bernama Ihay. Kendaraan tahun 80an Honda mengantar saya siang itu dari banjarmasin ke Banjarbaru antar rumah sakit, demi menyelamatkan nyawa orang tua.
Tak banyak pembicaraan selain saya meminta beliau memacu cepat kendaraan, syahdu memang bercampur aroma matahari. Memilih beliau karna analisa saya tidak akan sampaibtepat waktu di Banjarbaru jika menggunakan roda empat dengan kondisi jalan macet.
Terimakasih untuk paman Ihay akhirnya papah dapat terselamatkan atas CT scane yang saya bawa. Membayar lebih dari yang beliau minta sebagai ungkapan bahagia saya atas ketepatan waktu.
4. Ojek Upa
Upa… Upa… Jangan tanya tentang rasa, karna ketika bersama ojek upa pernah dalam kondisi bahagia, sedih, kenyang, lapar, gugup, tenang, marah dan semua tentang rasa hingga air mata ataupun air ingus sampai air hujan turut mengiring.
Upa akan selalu ada setiap kali saya menjejakkan kaki di kota metropolitan, upa memberikan jamuan begitu sempurna dari menu berkelas hingga merakyat. Upa tak pernah mengeluh bahkan kala banjirpun tetap memberi jaminan client duduk dengan aman tanpa setetes air bah membasahi.
Jangan kira upa tenang, kadang bisa bringas seperti hendak melempar tubuh saya ke tengah jalanan ibu kota, dan upa hanya tersenyum sambil berkata ” hehe maaf lubang, gak liat “. Status jomblo atau tidak tanpa berfikir dua kali pengangan erat tabgab saya pada pengemudi adalah jaminan hidup kala upa melaju kencang.
Berbicara dengan upa? Banyak hal dari agama, percintaan bahkan sampai membahas gosip terbaru sampai jenis film berlabel biru pernah upa terima dengan lapang dada dan tetap tabah menopang tidak hanya tubuh pengendara tapi juga dosanya juga barang kali.
Terimakasih upa, sudah menunjukan sudut terkecil hingga bidang terluas keriuhan kota mu, terimakasih untuk jamuan luar biasa dan hal-hal keren, atas nama ojek persaudaraan juga sangat menyuguhkan arti kata saudara beda orang tua, barangkali level teratas dari sahabat. Love u much luwak white n upa nya ^^ . Takkan pernah habis cerita bersama kalian.
5. Ojek kembang
Mengejar penerbangan, lagi-lagi harus beradu cepat dengan waktu, kali ini di kota kembang yang terjebak macet jalanan chiampelas. Menempuh jarak antara chiampelas ke husein sastranegara airport. Mengutuk jalanan chiampelas yang tetiba padat, mengutuk mata yang tak terbangun dua jam sebelumnya dan juga mengutuk supir taksi yang mengunakan rute lain ternyata makin tidak membuat hasil yang lebih baik.
Seorang polisi berumur pak Butar saya dapati di pos berukuran 4 x 6 meter. Sungguh abdi masyarakat, tanpa berkeberatan beliau yang sempat bertanya asal saya dan menjawab ‘dayak dong’ mencarikan ojek serta menjamin harga yang diberikan adalah pasaran standart kota kembang.
Lumayanlah, walaupun tampak gugup entah karna jalan yang kami lalui adalah sejenis komunitas tikus atau karena tubuh beliau tidak lebih tebal dari saya menahan kami berdua melalui tikungan-tikungan patah, polisi tidur tanpa dengkuran, ataupun portal komplek kecil di padatnya kota kembang.
Injury time, checkin pada panggilan terakhir, berlari tanpa memperdulikan orang disekitar, tidak ada bagasi mempermudah terobosan menuju pintu keberangkatan penerbangan terakhir kembali ke kota saya. Terimakasih mang cep, berkat mamang selembar tiket tak terbakar di tangan saya.
