Parmin tidak pernah menyangka sebelumnya, jika Sunarti yang dia nikahi beberapa bulan terakhir memiliki kedekatan dengan komandan pasukan jepang Kitoko Miyusha. Parmin hanya seorang petani yang tekun mengurus surau kecil di desa. Kondisi desa menjadi tidak menentu semenjak saudara tua asia yaitu bangsa Jepang menaklukan pasukan Belanda. Jepang bukan menjadi penyelamat pribumi tapi justru segala macam bentuk penindasan masih terjadi.
Sebagai seorang pribumi Sunarti memiliki bibir mungil dengan lengkung yang mempesona, rambutnya hitam kelam dipadu dengan sorot mata bening teduh menjadikannya seorang primadona desa. Para tetangga mengetahui bahwa istrinya menjadi gundik pemuas nafsu komandan Jepang. Jelas saja gunjingan mereka meresahkan Parmin.
Setiap kali senja tiba Parmin menyiapkan diri untuk pergi ke surau, sedangkan Sunarti juga menyibukan diri dengan memasang kimono merah jambu lengkap beserta hiasan kepalanya.
” Sungguh aku sangat mencintai mu Sunarti, andaikan saja kau bersedia meninggalkan pekerjaan mu ini dan menikmati hidup damai sederhana dengan ku ” Parmin menatap istrinya dengan rasa kecewa.
” Kang, apa bisa kau sebut sebagai kedamaian selama masih ada Jepang menjajah desa kita “.
” Berapa banyak senja kau habiskan hanya untuk menjadi gundik ” Parmin semakin kuat meremas peci yang berada di genggaman tangan kanannya.
” Kang! Aku tak serendah itu, apa yang aku lakukan memiliki alasan kuat untuk kita semua ”
” Alasan apa untuk seorang gundik yang menjual tubuh kepada mereka ”
” Cukup kang… Cukup!! Aku tidak ingin membahas ini lagi, senja kali ini adalah bagian ku. Tak usah menungguku pulang, mungkin aku akan lama. Bukalah laci meja riasku kang jika kau membutuhkan sesuatu ”
Parmin hanya termangu memandang istrinya yang tersenyum sebelum pergi searah senja, menuju kedai sake ujung jalan yang sering disambangi Kitoko Miyusha. Ada perasaan perih dan sesak berkecambuk di dada tapi ada rasa cinta teramat dalam kepada istrinya.
***
Parmin sudah merencanakan dengan matang bahwa hari ini juga dia akan menjatuhkan talak kepada Sunarti. Biasanya Sunarti tiba di rumah setelah adzan subuh dalam kondisi mabuk dengan posisi kimono tidak beraturan lagi atau bahkan juga pulang membawa lembaran kertas yang bahkan Parmin tak pernah diberi izin untuk melihat sedikitpun. Parmin tidak pergi ke surau mengumandangkan adzan subuh, ia memilih menunggu kedatangan istrinya.
Rasa penasaran terhadap Sunarti semakin menggelayut pada benak Parmin, terlebih ketika matahari sudah hendak beranjak dari peraduan masih juga tak tampak keberadaan istrinya. Parmin menyimpan amarah hingga nafasnya lebih berat. Parmin bergegas menuju kamar membuka laci meja rias. Satu demi satu ia keluarkan lembaran kertas yang penuh dengan tulisan dan bahkan ada juga yang bergambar seperti peta lokasi istana Kitoko Miyusha.
Senja hari ini tak seperti biasanya, rona jingga keemasan lebih pekat. Parmin memperhatikan dengan jelas beberapa lembar foto di dalam amplop putih, nampak salah satu yang terekam dalam foto itu adalah istrinya dengan usia lebih muda beberapa tahun. Sunarti mengenakan seragam warna coklat layaknya seragam tentara rakyat dan memegang senapan laras panjang. Parmin membuka lipatan surat dengan tulisan tangan Sunarti.
Untuk kang Parmin.
Kang, mohon maaf jika aku hanya bisa menyampaikan melalui surat ini. Ingin ku utarakan secara langsung akan tetapi waktuku tidak banyak. Kang parmin pasti sudah melihat beberapa fotoku, istrimu ini adalah anggota pejuang bawah tanah pribumi yang memiliki misi menghimpun informasi guna melumpuhkan Jepang.
Sudah beberapa tahun kami mencoba menembus istana Kitoko Miyusha tapi tak pernah berhasil. Ada harga yang dibayar cukup mahal untuk pencapaian besar dan akhirnya aku memilih menjadi gundik agar mendapatkan informasi dari Miyusha. Kang, aku mengorbankan tubuhku untuk negara bukan semata kesenangan pribadi seperti yang orang lain gunjingkan.
Jika sampai kau berhasil membaca surat ini dan aku belum juga pulang ketika senja berganti maka tak usah kau tunggu kedatanganku lagi karena bisa ku pastikan misiku gagal. Jepang tidak akan membiarkan seorang mata-mata tanpa menyiksanya hingga tewas.
Maafkan semua kesalahanku kang, semoga segala pengorbananku tidak akan sia-sia dan semoga kang Parmin bisa menerima penjelasanku ini. Dari istri yang selalu mencintaimu.
Sunarti.
Tak disangka senja kemaren adalah senja terakhir Parmin melepas kepergian istrinya. Air mata Parmin jatuh tak terbendung lagi. Foto Sunarti dia letakkan di dada kanan dan meremasnya dengan sangat kuat. Ternyata begitu dekatnya hubungan mereka baru kali ini Parmin mengenal lebih jauh sosok Sunarti.
” Istriku pejuang senja, maafkan aku sayang ” ucap Parmin lirih.