Salam kenal…, dan mari sebut saja aku aufa.
Apa kabar kalian? Bagaimana dengan tulisannya, sudahkah menulis hari ini?
Aku tidak tau harus memulai dari mana tapi aku hanya ingin cerita sejanak. Nampak membosankan? Jangan keburu berpikiran untuk membaca surat ini terutama untuk kita para pemula dalam dunia menulis.
Awalnya aku menulis untuk diriku sendiri dan hanya kuberikan kepada mereka orang terdekat untuk membaca, hingga januari tahun 2013 seseorang memberiku semangat untuk mengikuti #30HariMenulisSuratCinta karena menurutnya tulisanku sangat mumpuni. Iya aku mengikutinya dan itu karena dasar sayangku kepadanya.
Tidak mudah perjuangan agar tulisan kita menjadi salah satu dari tulisan-tulisan lain yang berhasil dibukukan. Atas dasar semangat dari ‘dia’ jua lah aku berhasil memenangkan salah satu lomba menulis dan karyaku terpilih untuk dibukukan dalam satu antologi.
Kemudian kecanduan untuk mengikuti lomba-lomba lain. Kritikan pedas? Tentu sempat membuat down karena naskahku dinilai hanya sebagai adegan ranjang semata. Ya walaupun yang ku angkat tidak vulgar, hanya mengenai perselingkuhan.
Pelajaran pertama: kritikan jangan jadikan sebagai penghambat, justru cambuk untuk terus maju
Semuanya sempat terhenti beberapa bulan, dalam kondisi aku terjatuh sejatuh-jatuhnya.
Pelajaran kedua: jangan pernah menulis karena seseorang tapi menulislah dari hati untuk hatimu.
Aku belajar menulis otodidak dari twiter, beruntung kalian yang tinggal di kota besar dekat dengan toko buku, banyak workshop menulis juga akses internet yang tidak terbatas. Sedangkan aku? Sangat jauh dari kondisi itu. Tak jarang setiap liburan ke kota kalian, tak sedikit buku yang ku bawa pulang.
Pelajaran ketiga: jangan menyerah pada keterbatasan
Mencoba cara bertanya kepada penulis senior, sudah pernah aku lakukan dan mengirimkannya surel tapi sayangnya tidak mendapat respon sedikitpun. Memang ilmu mahal, tapi sungguh ilmu akan menjadi sombong oleh beberapa orang. Itu sebabnya ketika melihat ka iit dengan tulusnya menjawab semua surat yang masuk aku justru mengucap ‘Alhamdulillah, ada yang peduli’. Aku pernah dalam kondisi terabaikan dan aku pernah juga berada dalam waktu tak dikenal.
Pelajaran keempat: Jika Tuhan menutup satu pintu maka percayalah Tuhan akan membuka seribu pintu lain.
Ciber bullying? PERNAH!!! Sebagai objek yang dibilang banci kuis, bahkan master galau ^^. Sebenarnya mencari lomba menulis hanya ingin tau seberapa besar kemampuan menulisku. Masalah twiter galau? Haha.., biarlah mereka menilai yang sesungguhnya jatuh hatipun masih saja tulisan twiterku galau. Sungguh twiterku bukanlah aku sepenuhnya.
Tertipu saat mengikuti lomba juga sering. Menulis dengan sepenuh hati kirim ke akun yang ngadain lomba, ternyata ga ada kabar dan akunnya tidak aktif lagi 🙂
Pelajaran kelima: Tidak ada keberhasilan yang langsung ada pada posisi puncak, jangan menyerah dan jangan takut untuk berkarya.
Aku bukan penulis karena aku hanyalah orang yang juga belajar menulis, semoga cerita yang ku bagi bisa menjadi sedikit info tambahan untuk kalian.
Sampai sejauh ini aku baru bisa menjadi memiliki 5 naskah yang turut memenangkan lomba dan dibukukan. 5 naskah dalam waktu kurang dari 1 tahun.
Jika aku bisa, kalian juga bisa.
Jika aku yang kebetulan berdomisili jauh dari kota besar masih berupaya mendapatkan ‘pelajaran’ menulis kenapa kalian di kota besar justru tidak memanfaatkan fasilitas yang ada.
Jika aku yang memiliki pekerjaan bukan di dunia kepenulisan masih bisa membuat karya tulis, kenapa kalian yang ingin berkarya belum berani menulis sampai saat ini.
Berkaryalah teman, jangan takut untuk mencoba.
Salam sastra dari ku,
Aufa.