Basah…
Hari ini kau menangis lagi. Entah bagaimana caraku menanyakan maksud air mata yang selalu keluar itu. Sejak tadi malam bahkan raungan mu mengusik tidurku. Maaf jika sempat aku menggerutu.
Aku tak tau apa yang membuatmu terluka. Apalah kau butuh pelukan? Yang mungkin tanganku tak luas tapi aku akan lakukan jika itu mampu membuatmu tenang barang sejenak.
Aku tak tau bagaimana cara untuk menghiburmu. Apakah kau perlu sandaran? Walaupun pundakku tak sekuat pilar istana kepresidenan tapi sungguh aku ingin menjadi penguat apabila sebuah sandaran yang kau perlukan.
Kau menangis, tapi apakah benar itu karena luka? Atau justru itu hanyalah jawaban dari doa-doa yang belum sempat kau berikan pada kemarau kemarin.
Atau bahkan hanya caramu untuk mengetahui seberapa besar rasa cinta kami, pada belahan kehidupanmu. Benar, jika mencintai maka sepaket dengan menjaga. Walaupun mulut kami mengucap cinta namun menjaga belum tentu terlaksana.
Berhentilah menangis, agar mereka saudara-saudaraku tak lagi menangis karena air matamu yang mampu beranakan sungai.
Aku tak menghujat dan aku tak menolak, aku hanya ingin kau tau jika kami juga mencintai bumi sepertihalnya dirimu langit.
Adalah caramu memeluk bumi dengan menghadiahkan hujan.
Adalah caraku mencintaimu dengan mensyukuri tiap bulir air yang jatuh.
Kepada langit, sebut saja aku Aufa.