Ingin menuliskan puisi cinta, tapi sayang hati terlanjur patah.
Sejenak bermain logika tanpa arah.
Bukan tulisan tentang cinta karena walaupun rasa itu ada sebisa mungkin harus dibunuh.
Terluka dengan rasa sendiri, walaupun enggan membaca perihal hati namun sudikah untuk tidak membuatnya semakin mati dalam keadaan sia-sia?
Sungguh tak ada hal yang tanpa disadari, begitu juga dengan tulisan yang pernah terkemas menjadi hadiah dari hati.
Sungguh tak ada ketulusan yang berhenti dengan keluhan.
Jangan tertawakan, cukup lihat saja tarian kebodohan yang masih menyajikan manisnya ‘cinta’
Kau menikmatinya? Habiskan saja hingga tegukan terakhir. Setelah itu mari berkisah mengenai pengorbanan yang sengaja dipilih hanya demi lengkung senyummu. Layaknya seorang prajurit melakukan bom bunuh diri untuk cinta kepada negri.
Masih belum cukup?
Baiklah, teruskan dan semesta yang akan bicara.
Tak ada permintaan, bukankah terbalut tuntutan?. Isi saja dengan ego karena ketulusan akan selalu terkalahkan. Anggap saja kakimu adalah sebaik-baiknya tempat di atas hati. Lebih tepatnya hati yang berada di bawah telapak kakimu.
Langit tak berarak, angin tak sepoi lautan tak biru dan hati tak merah.
Menggelepas dan menjerit dalam senyuman. Tak mendengar apapun? Tentu saja jangankan indera pendengar, seatom hatipun tak tersisa.
Biarkan saja mati, biarkan saja, karena setelah itu ia akan bangkit dan berlari. Kataku perih, katamu tak peduli namun kau tau apa katanya?
Tetap indah dan terbaik.