Aku tau, dia lelah…
Mengejar jarak yang tak dekat hanya untuk memburu cheese cake dan red roses. Lengan kemejanya sudah terlipat hingga siku bahkan pada pola yang tak jelas. Tidak seperti biasanya ia mengenakan kemeja sepeti itu. Dia lelah namun tetap tersenyum memberikan hadiah manis itu.
Aku tak begitu menggubris roses dan cake. Aku hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Sesingkat itu dan tanpa bertanya apapun lagi. Sikapku ini bukan yang pertama.
Dia hanya ingin menunjukan ketulusan, aku tau dia tak bermaksud untuk menyakiti atau memaksakan kehendak padaku. Pernah kali itu sebelum ini aku patahkan hatinya, dan melepasnya pergi begitu saja dikala cintanya pada batas tertinggi, dia hanya diam dan lirih
sakit hati itu seperti ini ya? Seingatku ga sesakit ini. Tapi kenapa kali ini jauh lebih sakit.
Kau tau, setelahnya aku selalu mencoba untuk tetap ada ketika ia perlukan, aku tidak memberikannya harapan palsu karena ia pun tau jika aku tak untuk dia miliki. Dia tak mampu memberikan apa yang aku mau dan akupun tak mampu memberikan apa yang dia mau. Berkali-kali aku mengajarinya untuk sadar akan hal itu.
Dia selalu datang dengan senyuman, dengan kehangatan yang sama walaupun aku berkali-kali memintanya untuk pergi. Dia tetap ada, tanpa mengusikku, walaupun terkadang ia masih tak mampu mengontrol rasa cemburu untuk hal yang tak hak dia miliki.
Aku kerap mengabaikannya, aku bahkan menutup mata untuk luka dan telinga untuk pintanya. Karna aku hanya ingin dia baik-baik saja. Berkali-kali aku selalu memintanya untuk mencari kekasih agar ada yang menjaga hatinya.
Ga perlu suruh aku cari pacar, buat apa kalo cuma untuk pelarianku saja.
Aku tak bermaksud memaksanya jatuh cinta dengan yang lain, aku hanya tak ingin orang sebaik dia terus terluka walaupun dia selalu tersenyum dan mengatakan
Ga usah kawatir aku akan selalu baik-baik saja.
Entahlah, baik macam mana yang dia maksud. Apakah kebodohannya terlalu tinggi hingga bertahan pada jarak yang tak pernah ku gubris sekalipun atau itukah caranya menunjukan ketulusan. Bahkan diapun menyadari jika kami tak akan pernah mungkin menyatu, lebih tepatnya aku tak mencintainya.
Tapi dia yang akan selalu ada jika aku dalam keadaan yang tidak baik, tanpa ku minta. Caranya mengkhawatirkan ku dan juga sikapnya yang selalu ingin tau kadang justru membuatku risih. Tak ku sadari seperti itulah cinta yang selalu ingin tau keberadaan orang yang dicintainya.
Aku pengen kamu bahagia, dengan siapapun itu. Aku nyeri kalau dengar kamu terluka dan ga bahagia.
Seperti itulah dia, bahkan tak ku dengar kata-katanya ‘kamu akan jauh lebih bahagia jika sama aku’ karena diapun pasti tau keterbatasannya.
Entah hati macam apa sebegitu cintanya namun meminta untuk mendapatkan hati lain yang dapat menjaga jauh lebih baik.
Titik terparah ketika aku mengabaikan kehadirannya, aku berusaha membuatnya menjauh dan mematahkan hatinya jauh lebih dari sebelumnya.
Dia menangis di depan mataku, dia memohon kepadaku agar aku menjauhinya secara perlahan, namun kali ini aku tak bisa. Aku ingin dia pergi dariku, aku tak ingin lagi dia selalu ada untukku. Aku memintanya untuk ikhlas melepasku. Aku melihatnya melemah dengan air mata.
Aku tau aku harus pergi dari hadapanmu, tapi bukankah kau berjanji jika akan memberiku waktu sejenak. Setelah ini aku janji tidak akan pernah menyentuh hidupmu sedikitpun. Caramu kali ini terlalu menyakitkan, tak perlu setega itu. Aku ga pernah mengusikmu sedikitpun.
Aku… Entahlah, aku tak tau apa lagi yang harus aku ceritakan tapi malam itu dia begitu hancur. Itulah cara terbaik dariku agar ia bangkit dan mengejar cinta lain. Aku bukan untuknya.
Ku biarkan dia menangis hingga terisak tanpa sedikitpun ku pedulikan. Aku hanya ingin bahagia dan jelas aku tak bisa bahagia jika dia terus bersikap seperti itu. Alangkah lebih baik jika dia berikan itu semua kepada orang lain. Aku tau dia terluka, jauh lebih baik andaikan luka dalam kali ini mampu menyudahi cintanya untukku.
Sudah ku yakini jika ia akan membenciku dan mencaciku layaknya seorang pujangga yang kehilangan karya termanisnya. Sudah bisa ku tebak diapun akan menjerit membebaskan ego untuk memasang tameng tertinggi agar tak lagi mengenalku.
Kamu ingin bahagia? Baiklah. Sini kasih aku pelukan terakhir.
Aku menggelengkan kepala, aku tak ingin itu.
Kali ini aja, terakhir dan aku akan melepasmu dengan ikhlas tanpa beban.
Akupun memeluknya erat. Memeluk seseorang yang selalu baik untukku namun aku merasakan risih atas segalanya itu. Bahkan seseorang ini yang juga pernah ku miliki hatinya, walaupun hanya sekilat hati. Dia tak pernah membenciku, dia tak pernah membalas segala perlakuanku yang tak menyenangkan untuknya.
Pelukan terakhir, benar-benar terakhir karena aku tau setelah ini aku akan sukar mendapatinya lagi. Bagaimanapun juga dia pernah baik dan dia hanya ingin menunjukan ketulusan namun hatiku yang menolak itu.
Ternyata tebakan dan keyakinanku salah besar, dia tak menunjukkan ego dan dia tak mencaciku. Sungguh aku tak menyangka hatinya yang terluka olehku namun tak ada caci sedikitpun untukku darinya.
Dia mulai membuka hati untuk yang lain, sykurlah semoga kelak dia memang menemukan kekasih yang benar dia cintai bukan karena aku tapi karena hatinya inginkan itu.
Hati yang baik, dia yang tau segala luka, dia yang mengecap pahitnya perlakuan namun dia tetap tersenyum kepadaku.
Tuhan, jaga dia. Jaga hatinya yang entah kau ciptakan dari apa, hingga ketulusannya melebihi seorang Romeo. Jatuhkan lagi hatinya kepada perempuan yang bisa menjaganya, perempuan yang tak ingin menyia-nyiakan ketulusan seperti itu.
Tuhan, kuatkan dia karna aku tau dia begitu rapuh. Walaupun dia selalu tersenyum di hadapanku dan mengatakan dia bisa mengatasi dengan jalan dewasa tapi aku tau dia terluka dan menangis.
Tuhan, berikan pelukan untuknya ketika ia kehilangan percaya diri karena aku tak ingin memeluknya lagi. Cukup kali itu untuk pertama dan terakhir. Aku tak mampu memilikinya.
Tuhan aku tau dia membutuhkanku namun kaulah sebaik-baiknya penjaga untuknya. Aku tak sanggup lagi melihatnya kerap terluka.
Terimakasih untuk ketulusan itu dan hatimu yang entah terbuat dari apa.