Tujukan untukku

Aku tau apa-apa saja yang tidak boleh untuk ku lakukan. Aku pun sudah cukup dewasa untuk mengerti semua resikonya. Jikapun aku melakukannya, bukan karena aku ingin. Asal kau tau, aku melakukannya karna ku ingin banyak kata keluar dari bibir manismu.

Aku menyukai saat kau sedikit kesal karena harus mengingatkan berulang kali. Sesungguhnya aku mencandu pada sikap pedulimu itu.

Aku ingin kau selalu menanyakan apa yang ku lakukan dan apa yang sudah aku alami. Seolah itu selalu membuatku merasa dekat denganmu. Adalah cara untuk menyertakanmu dalam kehidupanku. Walau dalam jarak.

Aku menceritakan tentang teman, yang bahkan kau tidak mengenalnya sama sekali. Aku hanya ingin kaupun merasakan apa yang ada di sekitarku. Walau jauh.

Aku menunggu setiap kata rindu dan cinta darimu. Lakukanlah berulang kali dan tak pernah ada kata bosan untuk ku dengar. Karna aku tau atas cinta dan sayang itu saat ini kita bersama. Walau tak dekat.

Aku selalu nyaman saat kita berbagi, segala hal. Seolah tak ada yang menjadi ‘aku’ ataupun ‘kamu’. 

Aku jatuh cinta padamu, pada perhatianmu pada semua yang kau tujukan untukku.

Bulan mendengkur

Semalam aku terjaga, bulan mendengkur. Mencari sumber suara namun aku gagal. Setiap langkah tidak mengurangi nyaringnya sedikitpun.

Ternyata aku salah, bukan bulan namun hatiku yang mendengkur. Seolah kesunyian memanjakannya hingga terlelap. Kesunyian yang nampak lembut namun mematikan. Semoga ia tak menikam cintaku. Karna cinta tak memerlukan darah untuk terluka bahkan mati. Jika sudah begitu aku akan sulit mengenalnya.

Kesunyiam meraja atas lemahnya sebuah perhatian. Sebut saja perhatian adalah candu namun juga racun. Rasa ingin mendapatkan sangat melebihi keinginan biasa. Begitu kental namun mampu melumpuhkan seperti racun.

Aku tak menambah kecepatan, aku tak menyalip waktu. Enggan pula meraih mentari di ujung jalan. Malam nampak menceritakan banyak logika untukku.

Ku biarkan cinta tetap terlelap. Sembari aku bergulat dengan logika pada bidak catur. Ia seperti pion tetap ingin melangkah, namun sesekali ia pun sebagai benteng pertahanan. Entahlah, logika terlalu rumit. Tapi aku tetap mendengarkan ceracaunya.

Gemintang menertawakanku, pikirku cakrawala pekat musababnya hingga mereka begitu angkuh dalam nyinyiran. Ku diamkan saja, tak ingin pula serapah membangunkan cinta, yang masih tertidur. Pun mendengkur.

Lepaskan pandangan menyergap bulan. Ia masih megah walaupun sepotong. Tetap terpatri dengan cantik. Aneh, bulan tersenyum. Seharusnya tidak. Sebab aku tak memerlukan itu.

Malam akan habis termakan waktu. Kesunyian kian mesra, seharunya enyah saja bersama subuh. Kelopak mata terlalu renta, jemari ingin membisu. Inginku mendengkur bersama hati setelah berjelaga semalam suntuk.

Seandainya saja cinta mampu diyakinkan secara instan seperti sebungkus mie goreng terlumat air panas.

Sssstt.. Jangan berisik! Akupun ingin menikmati dengkurannya.

Setalah pagi menyambut ingin ku abadikan dengkuran cinta yang kuduga sebagai dengkuran bulan. Agar aku tetap bisa mengenang aksara-aksara yang tertulis atas rindu.

Aku melihat senyummu dalam dengkuran cinta, Bey.

Cerita Paper Towns

Sebelumnya blog ini tidak pernah bercerita tentang film, saya enggan menyebut resensi atau review. Cukup sebagai cerita dari paper town yang disadur dari novel John Green dengan judul yang sama.

Quentin yang jatuh hati pada Margo cewe petualang yang menyukai misteri. Sejak kecil, sejak pertama kali ia melihat Margo pendatang baru komplek rumahnya. Bahi Quentin, Margo adalah gadis yang sangat istimewa. Pada bagian lain juga diceritakan Margo sering pergi meninggalkan rumah namun selalu meninggalkan clue.

Hubungan mereka sempat renggang namun akhirnya menjadi lunak saat malam hari Margo remaja muncul di jendela kamar Quentin.

Malam itu mereka berpetualang untuk berbuat usil terhadap teman serta mantan kekasih Margo. Sebelumnya Quentin tidak pernah melakukan hal ‘seliar’ itu.

Sayangnya Margo menghilang. Dan Quentin berusaha mencari clue untuk menemukan Margo. Benar! Quentin menemukan clue yang menurutnya itu ia tinggalkan agar Quentin mencari Margo.

Telusur demi telusur akhirnya Quentin menyimpulkan jika Margo sedang berada di Paper Towns. Demi Margo, Quentin bolos untuk pertama kali bersama teman-temannya dan menempuk jarak jauh untuk sampai ke Paper Towns.

Sampai dipondok yang dimaksud. Margo tidak ditemukan. Di bagian ini Quentin benar-benar terpukul jatuh. Namun ia masih ingin menunggu Margo.

Tanpa diduga Quentin dan Margo bertemu di kota kecil ketika Quentin hendak kembali pulang. Quentin menceritakan semua kepada Margo, betapa senangnya ia menemukan Margo dan berhasil memecahkan misteri dari clue yang ditinggalkan Margo untuk dirinya.

Margo menjawab jika ia memang selalu meninggalkan clue, tapi tidak untuk Quentin. Lagi, Quentin kecewa. Tapi Margo menawarkan kesempatan untuk Quentin agar ia ikut berpetualang bersamanya.

Quentin menolak Margo. Iya, ia menolak. Quentin terlanjur kecewa ternyata selama ini Margo tidak sebegitu menginginkan Quentin. Ia berjuang tapi ternyata Margo tidak. Ia mencintai Margo tapi menolak tawaran Margo karena menurutnya ternyata Margo tidak istimewa, Margo sama saja dengan gadis lain.

Quentin pulang dan tak lagi menyisakan rasa penasaran. Tapi ia juga tak menyesali jika bukan karena Margo, mungkin ia takkan pernah berpetualang sejauh itu menuju Paper Towns.

Saya hanya bisa menyimpulkan ‘berjuanglah untuk orang yang juga memperjuangkan mu’ 🙂