Rasa itu bisa hadir hanya dengan menatap matanya. Bukan mulut yang berbicara untuk mengenal. Namun, hati yang justru lebih arogan mencari celah menelusup bak air pada pori-pori.
Hati bergerilya untuk menemukan kenyaman serta memberikan ruang yang begitu nyaman. Untuk dihuni dan jelas untuk dimiliki.
Hati mampu menyembuhkan luka jauh lebih cepat dari sekedar “waktu yang akan menyembuhkan”.
Sebab hati akan menutup lubang-lubang pesakitan dengan cinta. Rasa emosional yang tak menentu. Ketakutan untuk kehilangan, keinginan untuk terus bersama juga kemampuan untuk membuktikan bahwa yang lain tak lebih baik.
Hati tak mampu sekedar memilih kepada siapa ia merasa nyaman. Sebab, caranya bekerja di luar logika yang dapat dipahami. Tak dapat dipilih kepada siapa, namun masih bisa ditentukan untuk melanjutkan atau tidak.
Debaran jantung yang mengeja namanya. Kehangatan dari suara, perhatian dan caranya memberi segala kenyamanan. Seolah kesempurnaan tiada dua. Walaupun berusaha untuk tetap bersama logika jika segala hal tiada yang sempurna.
Kembali hati akan menguji pada siapa segala resah tersudahi. Sebab bahagia saja tak mampu dikata sebagai cinta sejati. Masih ada gejolak, masih banyak kerikil. Menyelesaikan bersama dan tetap bertahan untuk saling menyembuhkan dan menutup lubang-lubang hati.
Namun jangan pernah lupa kapan harus memulai dan kapan harus berhenti.