
Akhirnya sampai di Pulau Pinus II. Udah saya jelasinkan kenapa namanya pulau pinus II. Semacam shelter area sebelum menuju Bukit Batas.


Pulau ini memang dipenuhi dengan pohon pinus. Pulau kecil yang ga cocok buat nyemak 😁. Karna kecil dan banyak pengunjung mau pacaran ke semak-semak gimana kalau setiap sudutnya keliatan semua.
Ada beberapa warung kecil yang menyediakan kopi, mie serta nasi bungkus. Oiya coba deh order mie bekuhup. Mie instan yang masaknya dengan membubuhkan air hangat ke bungkus yang dijepit make jepitan jemuran baju 😂. Terus yang beli bakal dikasih gunting sama sendok. Buat apa lagi kalo bukan nggunting bungkus bumbu.

Salah satu spot di Pulau Pinus II. Lumayan aga lama berenti di sini. Sembari membiarkan eL selfie-selfie dan paling awkward pink bawa ‘rantangan’ yang disantap bedua bareng pasangannya 😂. Seriusan gokil, baru kali ini ngajak naik bukit tapi ada yang bawa bekal nasi dari rumah plus air mineral 1,5 liter.
Hahaha… Saya sih mikirnya sesimple mungkin kalau naik bukit cukup bawa sebotol 600ml. Berat vroohh…

Ini dari pulau pinus II juga.

Ini jembatan yang akan kami lalui nuju ke Bukit Batas dari Pulau Pinus II
“Ini simpan” saya masukan bunga pinus ke tas eL
“Untuk apa?”
“Kenang-kenangan supaya kamu ingat aku yang pernah bawa ke pulau pinus” ihihik… Udah gitu eL… Rafael cuman ngangguk dan nurut.
Yah, di pulau ini kami berkenalan dengan sekelompok kawanan yang juga akan mendaki ke Bukit Batas. Sebagai orang lokal tentu saja saya banyak berinteraksi dengan mamang-mamang. Juga kepada acil-acil yang ada di sekitaran Bukit Batas.
Perjalanan mendaki kami tempuh dengan waktu 2 jam menanjak. Sayangnya karena faktor rute yang masih benar-benar alami banyak nyamuk. Dah semua gadget di dalam tas, tidak sempat mengabadikan momen sepanjang jalan yang berupa hutan.
Tidak mudah memang untuk mendapatkan objek alam yang indah. Mungkin jika aksesnya bagus pemandangan di Bukit Batas tidak akan sebagus saat ini. Banyak wisatawan akan berdampak banyak kerusakan alam, mungkin. 😊
“Capek?” Tanya saya
“Ga dong, masih semangat ko”
Sedikit kawatir banyak senengnya. Bagaimana tidak karena saya tau Rafael nonstop bekerja siang malam dan dia hanya dua jam tertidur sebelum saya ajak ke Bukit Batas.
Perjuangan menepaki bukit yang sangat tidak gampang. Selalu menanjak. Untuk memasuki wilayah Bukit Batas dikenakan retribusi 5k/org. Keringat, lelah dan perjuangan 2 jam pendakian terbalas.

Spot pertama bukit batas.
Saya melihat Rafael histeris dan bersorak. Matanya berbinar melihat pemandangan dari Bukit Batas. Rafael tersenyum, dia benar-benar tersenyum. Rafael bersorak seolah ia menemukan keindahan dan keriangan yang mengusir penatnya.
Iya, tidak terlihat pulau “love”nya. Lagi-lagi Rafael dengan ulahnya mengajak beberapa orang mamang-mamang penjaga Bukit Batas untuk menumbangkan pohon yang menghalangi pemandangan.
Tanpa menggunakan parang atau sejenisnya. Rafael benar-benar ikut berjuang. Dia berisik katanya tidak bagus spotnya ada pohon yang menghalangi.
“Bahaya ah, ga usah dirobohin” ucap saya.
“Kan ga bagus kalau ada penghalang, harus disingkirin supaya keliahatan cintanya”
“Apanya?”
“Eh, pulau cintanya”

Proses menumbangkan pohon.

Dilakukan oleh mamang-mamang dan Rafael. Pohon itu di tepi jurang. Gimana ga ngeri ngeliatin dia ikut-ikutan sok bisa 😂 dengan kekuatan sepatu wakai.

Ini setelah pohon tumbang. Berkat Rafael dan mamangs 😊. Beneran pulaunya terlihat jelas kan?
Lagi, eL bersorak dan sesaat dia tertegun melihat pemandangan yang tanpa penghalang. Dia melihat bebas dengan senyumnya.
“Kamu suka?” Tanya saya lirih
“Iya”
“Kamu bahagia”
“Banget”
Ya Tuhan, betapa indahnya ciptaanMu yang satu ini. Tidak, selain Bukit Batas maksud hamba. Tapi, sesosok ciptaanMu yang hadir dalam Rafael.
Aku, jatuh cinta. Bukan lagi sebatas kagum. Entah kenapa saya ingin selalu membuatnya bahagia. Saya mengagumi Rafael dengan kesederhanaannya, dengan segala tingkahnya yang membuat selalu ingin tertawa.

Ada 3 spot bagus di Bukit Batas dan karena terik matahari dan batrai yang sudah low hanya bisa menikmati tanpa mampu mengabadikan semua.
“Asik kali ya kalau bermalam di bukit ini terus bisa lihat banyak bintang”.
“Iya, next time saat aku menjadi milikmu” dalam hati, saya hanya memberi jawaban ini dalam hati saja.
Selama berjam-jam kami pindah dari satu spot ke spot lainnya. Mendengar bisikan angin, merasakan hadirnya cinta. Serta tertawa-tawa melihat tingkah eL ketika ia mencoba menaiki sebatang pohon hanya untuk mendapatkan spot terbaik. Setelah itu lengannya luka dong 🙂 kegores kulit pohon.
Ketika lapar menyerang, kami memutuskan untuk kembali turun ke Pulau Pinus.
Lain kali saya akan kembali ke sini, “melihat bintang” seperti angan eL.


Rafael, aku tidak pernah berencana untuk jatuh cinta kepadamu. Sebab semua justru ku sadari setelah rasa itu tertanam kuat. Cinta seketika itu hadir, tapi kamulah yang membuatnya terlahir.
Menjaga dan terus bahagia bersama, semoga pulau love di Bukit Batas adalah awal dari love yang akan selalu kita jaga.
Tak sabar untuk menanti perjalanan bersamamu, menjelajahi tempat-tempat lain yang tak biasa.
Untukmu, eL.
Aufa.