
Dia datang, membawa sebentuk hati yang baru. Dengan ucapan “hati ini pernah hancur, sakit. Tapi aku jatuh cinta denganmu adalah penyembuhan. Mau kah kau menjaga dan ku serahkan seluruhnya”
“Kesetiaanku jaminannya, menjauhkan dari segala hal yang bisa merusak kita adalah caraku”
Kemudian pintu itu terbuka.
Dia datang dengan permisi dan masuk dengan kebahagiaan. Dengan segala hal yang ia bawa menciptakan kenyamanan.
Bahkan kerap ia tak peduli dengan dirinya sendiri hanya untuk memberi kebahagiaan kepada cinta baru.
Ia datang seperti kebun bunga, wangi penuh warna dan tak pernah kosong.
Ketulusannya, kesabarannya juga keinginannya untuk tidak menyakiti adalah caranya memberi kasih sayang. Sebab ia tau bagaimana rasanya luka.
Ia dipenuhi dengan kesederhanaan juga pelukan yang tak ragu.
Ia bernegosiasi dengan semesta ketika kekasihnya menginginkan hujan, sebab tangannya terbatas untuk menciptakan hujan.
Ia memuja langit yang memberi senja hanya karena menyuguhkan jingga yang menyunggingkan senyum di bibir kekasihnya.
Ia tak menyukai kopi namun selalu ingin menjadi kopi yang menghadirkan ketenangan bagi kekasihnya. Kopi yang tak pernah munafik menutupi rasa pahit, kopi yang tak malu dengan hitamnya. Kopi yang seperti apa adanya.
Ia tak pandai bicara, ia tak mampu mengucapkan alibi ataupun logika. Ia hanya bisa meluapkan keresahan dan mampu lesap begitu saja, semudah oase menyirami dahaga.
Ia selalu belajar menanamkan rasa percaya untuk memberikan hatinya penuh. Sebab ia tak ingin meragu barang sedikit. Caranya menepis dengan mengutarakan dan tak menyimpannya hingga membusuk lama.
“Aku tak pernah memiliki keinginan untuk menjalin hubungan dalam jangka waktu yang singkat. Sebab itu aku kerap menghindari hal yang melahirkan masalah.” Ucap kekasihnya.
Ia tersenyum, mendapat garansi hatinya terjaga untuk kesekian kali dari orang yang ia puja.
Ia selalu merawat dan memberikan yang terbaik untuk menjaga hati yang ada padanya. Hati kekasihnya.
Ia bukan seorang perindu yang baik, sebab rindu membuatnya menarik sang kekasih kedalam bunga tidur tanpa permisi.
Ia juga memiliki kepekaan yang jauh lebih sadis. Hal yang membuatnya untuk selalu bertanya dan mengisi kebenaran sebagai penetral paling ampuh.
Ia yang penuh harapan untuk memperbaiki bagian rusak, penuh ketulusan dan kepercayaan yang tak terkikis sedikitpun berusaha untuk mempertebal cinta mengobati rindu.
Seketika terjatuh, seketika dadanya begitu sesak. Sesuatu yang nyeri menghujam logikanya untuk bersenandung rintih. Jauh lebih dari sebelumnya.
Ada hujan deras, di sudut matanya.
“Demi kekasihku yang menyukai hujan dan kopi. Sebab aku tak ingin kisahku sepahit kopi serta hujan yang tak pernah berhenti di sudut mataku. Bahkan, ketika aku terbangun dari tidur malam menghadirkan pekat seperti kopi. Masih saja perih menyesakkan, menurunkan hujan lagi, sampai pagi ini”. Ucapnya penuh sesak.