Perlahan, adalah caraku.

Aku menjadi percaya jika tidak perlu orang baik untuk bisa membuat seseorang bertahan dengan kebahagiaannya.

Atau bahkan tidak perlu menjadi baik untuk memiliki seseorang yang kita cintai.
Mendengar “dia sudah bahagia, dewasa dan bijaklah itu juga ntah beneran kamu faham atau tidak”.

Seketika itu aku terdiam dan hanya mencoba mempertahankan kewarasanku.
Aku hanya bisa menyelipkan doa-doa agar dia bahagia yang sebenarnya.

Aku dihadapkan rasa pahit satu demi satu, pun ketika ku dapati fakta yang menikam hatiku.

Aku sudah menghabiskan tangisku yang benar-benar pilu. Hingga menggigil dan meninggalkan demam sesudahnya, baru saja.

Iya, aku memang pantas disebut bodoh untuk menyiksa diri sendiri. Namun, takkan mungkin seperti ini jika aku tidak benar-benar mencintainya.

Aku tak ingin menyembunyikan apapun perihal luka dan penat. Seperti aku yang tak pernah menyembunyikan rasa cinta ketika berada dalam dekapannya.

Ia memintaku hadir, telah ku sepakati untuk menjadi miliknya, ketika itu pula hatiku telah ku curahkan sepenuhnya.

Sayangnya ketika aku masuk kemudian terjatuh, ketika itu pula dipaksa untuk meninggalkan ruang yang pernah ku tinggali. Sebab pemiliknya sudah bahagia dengan kehidupan baru, sebab aku tak dibenarkan untuk berkemas perlahan.

Perlahan, seperti aku menyentuh hatinya dengan perlahan.

Aku pernah mencoba untuk memperbaiki semua. Gagal, dengan ketidakpantasan perihal cinta yang ku berikan tak sehebat cinta masa lalunya.

Apapun itu aku akan tetap merindukan dia dengan kedewasaannya, dia dengan “sekarang ada teknologi yang namanya google loh“.

Aku akan merindukan hari itu, ketika ia tertawa dan menggenggam erat tanganku. Ketika ia memelukku dan mengecup lembut pipiku.

Hari yang sempurna.

Dah setelah ini, tak ingin lagi aku mengenal cinta. Apapun itu.

Aku ingin tidur lebih lama lagi setelah merampungkan tulisan ini. Agar ketika aku terbangun hanya akan tersisa hal-hal manis saja.

Pos Cinta, terimakasih.


Teruntuk Pos Cinta
Kerap bertanya siapa pencetus program menulis surat cinta yang mampu menyedot banyak perhatian massa.

Untuk Pos Cinta,

Begitu banyak rasa terimakasih yang ingin ku sampaikan.

Berkatmu juga setidaknya dalam 1 tahun aku memiliki kekonsistenan untuk menulis dan mengisi blog.

Walaupun bisa dikatakan kualitas tulisanku jauh dari kata bagus.

Untuk Pos Cinta

Terimakasih sudah mengenalkan kami banyak Bosse. Yang rela meluangkan waktu untuk membaca satu demi satu surat dan bahkan mengirimkan kepada tujuan.

Untuk Pos Cinta

Sayangnya, tahun ini hanya 7 hari waktu menulisnya. Berbeda dengan biasanya yang hingga 30 hari banyak cinta-cinta tersebar merah jambu di timeline.
Terimakasih untuk Pos Cinta,
Semoga tidak hanya berhenti hingga tahun ke-7 saja. Nanti dan nanti akan banyak sekali para pecinta yang ingin menyampaikan kisah-kisah mereka.

Surat untuk mu yang tak pernah cela di mataku


Untuk mu yang tak pernah cela di mataku.



Seharusnya surat ini aku tulis besok tepat di tanggal 14 ketika banyak cinta menyeruak.
Namun, pada program spesial #PosCintaTribu7e besok adalah tema khusus, hingga aku menuangkannya hari ini.

Benar, kata mereka jika cinta tak harus hanya di tanggal 14 Februari. Dan juga benar jika perayaan semacam ini tidak perlu dengan hal yg glamour. Tapi bukankah benar juga jika aku hanya memberi apa yang ku ingin sampaikan.

Aku tidak lagi memiliki hak apapun untuk langsung menyampaikan kepadamu. Sebab tiada kepantasan dari seorang sepertiku.

Melalui surat terbuka ini aku hanya ingin menyampaikan apa-apa yang ada di hati adalah kebenaran dari rasa cinta.

Aku tak pernah menyesali apapun, dan tak pernah mengutuk apapun selain kebodohanku sendiri untuk tak mampu menumbuhkan cinta di matamu.
Penyesalanku hanya karena tak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki ini semua.
Semua begitu cepat, semua begitu perih ketika ku sadari kita telah usai.

Segala yang sudah kita lewati tetap akan menjadi memori yang tersimpan dalam hati.

Terimakasih sudah banyak melakukan hal asik, untuk segala kepedulian juga rasa yang pernah hadir walaupun hanya singgah sementara.

Terimakasih untuk membagi kisah sebagian hidup dan sempat memasukan aku menjadi bagian terindah di dalamnya.

Aku mengerti batasan, akupun tau perihal perjuangan.

Aku melepaskan apa yang tak lagi mungkin bisa ku gapai. Ku ikhlaskan hingga aku tak ingin menemukan hal lain terkecuali kebahagiaanku sendiri.

Kamu yang sudah berada di pelukan orang yang tepat. Sebab kesabarannya yang selalu kau agungkan memang bukan bagian dari ketulusanku yang bahkan belum sempat teruji.

Aku percaya, kau akan selalu mendapatkan orang yang baik, sebab kau pun sungguh baik.

Aku juga percaya semesta akan mendengarkan doa-doaku untuk kebahagiaanmu.

Tersenyumlah, senyum itu yang pernah aku lihat pertamakali ketika kita bertemu.

Senyum yang mampu mengguncang riak hatiku.
Valentine untukmu, selalu banyak cinta dan harapan-harapan baik. Semoga selalu bahagia dengannya.

Dari aku yang pernah menjadi bagian hidupmu, walau hanya sementara.
Dari aku yang hanya mampu mengucapkan happy valentine hanya melalui surat saja.
Dari aku yang selalu merindukanmu dengan sesak setiap malam.

Aufa.


Lannesiana Wilson

Dear Lannesiana Wilson

Bagaimana keseruanmu hari ini? Masihkah dengan Murakami atau justru sedang disibukan oleh Lady Arwen elf yang kau puja?

Andaikata kau berada di sini, pasti aku akan menceritakan kisah lain dari Pramoedya Ananta Toer. Tetralogi pulau buru tentunya. Aku sangat mengagumi kisah cinta antara Minke dan Anne, singkat dan merangas.

Oiya, bagaimana dengan kebiasaanmu tertegun berjam-jam menatap kosong cendela kaca? Ku harap itu sudah tak pernah kau lakukan lagi. Bukankah ada Bagas yang selalu ada di dekatmu.

Ah, Lanne tak perlu kau sampaikan akupun tau jika bukan Bagas yang kau inginkan. Tapi ketika cinta sejati kita tak mungkin lagi untuk dimiliki hanya ada dua pilihan bertahan menunggu hancur atau melebur mengejar cinta yang baru.

Lanne, aku tau bagaimana rasa sakitnya ketika ditinggal oleh orang yang kita cinta. Namun, sebisa mungkin aku tak memilih sepertimu yang tenggelam dalam lara.

Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengguruimu sebab akupun masih selalu tak ingat caranya untuk move on. Dan lagi, kau adalah Lanne dan bukan diriku yang memiliki karakter berbeda.

Bedanya, aku tidak membunuh hatiku sendiri. Aku pun merasakannya Lanne, memang tidak semua cinta kita sadari jika sudah tumbuh semakin besar dan berakar kuat. Bak cintamu kepadanya, yang mulanya kau anggap biasa saja namun justru tak terkira berakar ketika ia mencoba mencabut dari hatimu.

Maaf Lanne, tiada aku bermaksud untuk menanamkan luka pada kehidupanmu. Justru aku menulis saat aku sedang jatuh cinta. Hanya saja, kisah cinta tak harus berakhir manis bukan?

Aku menciptakan itu padamu agar mereka para pecinta mengerti bagaimana luka hati mampu menghancurkan jiwa. Agar mereka tau jika sebisa mungkin jangan sampai melukai orang yang merajut cinta bersama kita.

Lanne, walaupun kau hanya tokoh cerpen Nae Saian Luume yang ku tulis dalam buku Renjana. Namun, rasa banggaku kepadamu adalah sebenar-benarnya ketulusan.

Aku menciptakanmu dengan hati, aku menulis dengan senyum ketika aku jatuh cinta.
Kini hatiku tak lagi utuh Lanne, berkeping dan ku biarkan berserakan.

Aku kehilangan museku. Tapi aku tau jika aku tak pernah kehilangan kamu dan tokoh-tokoh lain.
Aku bahkan tak ingin mengubah apapun kemegahan ide ceritanya, walaupun harus ku kemas kau dalam duka.

Sebab Lannesiana Wilson adalah sakura merah jambu yang selalu hadir tanpa ingkar. Sakura yang selalu ditunggu oleh banyak mata. Sakura yang selalu memiliki keindahan tak terbantahkan.

Lannesiana Wilson, adalah sakura.

Lanne, bagian darimu kini sudah berada di luar sana. Berjuanglah Lanne untuk cerita cinta yang sudah ku tuangkan.

Terimakasih sudah menjadi bagian penting hidupku.

Penulismu,

Aufa.

Memilih diam


Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menyikapi luka.

Kadang aku juga tidak mengerti bagaimana imun pada hatiku bisa bekerja.

Yang jelas, terkadang aku bisa merasakan sembuh dari luka tidak terpengaruh oleh waktu. Ya, walaupun kata mereka time heals all wound.
Aku juga sempat berfikir terbentuk dari apa diriku, ketika aku memiliki sifat mudah memaafkan.

Memang seharusnya begitu, tapi sikap pemaaf itu membuatku berkali-kali jatuh ke lubang yang sama.

Aku kerap lupa atas perlakuan buruk yang pernah orang lain lakukan kepadaku.

Orang yang berbeda, kejadian yang sama. Kerap menyapaku bak deja vu.

Patah hati?

Banyak membuatku diam dan menangis, itu saja.

Tidak menebar kata-kata buruk atau mencaci dia yang melukai dengan perkataan buruk.
Sedangkan untuk dia yang merebut kekasihku?

Ah, sudahlah. Sebab aku tak pernah membencinya. Hanya kesal, sedikit.

Karena bagiku perselingkuhan sekecil apapun takkan terjadi jika kekasihku memang bersetia tak hanya di mulut saja.

Akan ada banyak godaan di luar sana, terlebih 24 jam kita bukan semua tentangnya.

Sebab itu, semua kepercayaan, semua rasa sudah ku berikan kepadanya untuk dijaga.
Alhasil, memang menjaga diri sendiri jauh lebih sulit tinimbang menjaga orang lain. Dan terbukti mana yang mampu atau tidak mampu.

Jatuh cinta adalah cara terindah untuk melukai diri.

Cepat atau lambat, luka akan hadir.

Bahkan perjuangan untuk menaklukan hati ada batasnya.


Siapa yang tau batasan itu? Tentu saja diri kita.

Membatasi dengan mengontrol atau membatasi dengan menyudahi.

Caraku membatasi dengan mengontrol.

Sebab aku akan memilih diam jika sudah tak digubris.

Sebab aku akan memilih tenang jika sudah tak dianggap.

Sebab aku akan menjadikannya biasa ketika hadir orang lain di sisinya, walaupun ia tak pernah sekedar biasa di hatiku.

Sebab aku akan membiarkan cintaku pudar dan terkikis habis bahkan tanpa perlawanan.

Tiada nyali untuk kembali mengetuk pintu yang sudah tertutup rapat.

Tiada daya untuk bertahan dalam kepingan rasa yang semakin meresah.
Hanya diam, menulis barangkali menyembuhkan.

Ku tuliskan semua dalam bentuk surat, ku patrikan melalui pos cinta. Agar aku bisa membacanya selalu.
Masa recovery adalah kisah dimana ada tangis dan juga perjuangan untuk tetap berlari.

Cupid dan kebodohanku

Gemerisik kepingan hati melebur dalam noktah luka.
Aku diam, hanya dengan itu aku mampu menyembunyikan setumpuk resah di dalam lemari ego.

Tempat yang sudah ku tata dan dengan berbagai kenyamanan ternyata tak jua membuatmu berlama-lama tertahan.
Sayangnya aku membenahi semua dengan hati, tepat seperti ketika jatuh cinta denganmu menyertakan hati. Hingga aku hanya diam atas pertanyaan ‘masih sayang?’.
Terpikir kadang kala akan beda cerita jika aku jatuh cinta menggunakan batu, bukan hati.

Kosong, aku meradang.

Hampa, aku luka.

Sekelebat cupid terkekeh, ia menertawakanku dengan kebodohan yang lekat bak karat menggerogoti turbin-turbin.

Antara luka dan cinta, antara logika dan keinginanku untuk merengkuh kembali sosok yang semu.

Jika aku tertatih dan menyeru pada semesta, akankah kembali kau campakkan dengan goresan belati-belati?

Ntah berapa banyak mimpi yang tak sempat ku ceritakan,

Ntah berapa besar rasa cinta yang tak pernah ku wujudkan.

Sebab berakhir terlalu cepat.
Bahkan kau pergi jauh lebih cepat dari jarak nestapa senja menyapa cakrawala.
Aku tak ingin membuktikan apapun sebab rapuh semakin menyelimuti langkah.

Aku tak ingin menulis tentang lara, lagi.

Biarkan esok adalah hari dimana aku mencintai senja dengan manis aksaraku

Kau anggap aku seperti mainan

Lagi,

Kamu kenalkan aku kepada teman-temanmu. Satu demi satu kau ceritakan betapa bangganya kamu memiliki aku.

Seolah aku masuk dalam lingkungan dan menyatu dalam bagian terkecil kehidupanmu.

Aku tak kenal mereka, aku tak tau cara berinteraksi dengan mereka selain hanya berada dalam dekapan dan senyum seadanya. Aku lebih banyak diam. Bukan! Aku bukan tak memiliki etika berkenalan, hanya saja aku bingung bagaimana cara mengeluarkan suara.

Sungguh, aku mencandu pada belaian lembut tanganmu. Usapan hangat dari jemarimu begitu membuatku nyaman. Segala tentangmu, ku suka.

Aku tak ingin kehilangan semua tentangmu. Mungkin ini yang mereka sebut dengan cinta.
Aku tak ingin sendiri tanpa ada kamu.

Namun, waktu ternyata mampu merubah semua. Tanpa hati kau begitu tega mempermainkanmu. Persis seperti mainan boneka. Kau mencampakkanku begitu saja, setelah kau mengenal dia bersuara lembut.

Tak pernah lagi kau mengajakku kemana-mana. Tak ada lagi kebanggaan yang pernah kau lontarkan di hadapan mereka. Sunggu sakit, nyeri betapa sangat menusuk.

Aku kehilangan segala, aku tak memiliki arah. Kau anggap aku hanya sebagai mainan, walaupun aku memang hanya boneka Stitch biru yang pernah kau dekap di Bandara.

Kau mencampakkanku begitu saja.

Seharusnya aku mencintaimu sejak awal

Hai, apa kabar?
Apa yang kau lakukan di sana? Mari keluarlah, tak ada yang perlu ditakutkan.

Huh, terdengar cukup aneh “tak ada yang perlu ditakutkan” bukan?

Iya, sebab aku tau aku tak pernah bisa menjagamu dengan baik. Aku yang kerap melukaimu, aku yang selalu ingin kau terlihat baik-baik saja.

Menjadi lemah ketika kalah, adalah suatu kewajaran. Namun, aku hanya tak ingin kau terlihat lemah dengan sembunyi dalam kegelapan.
Tidakkah di sana dingin? Tidakkah kau butuh keriuhan dalam getar-getar tawa.

Sungguh, aku ingin memelukmu erat. Aku ingin mencintaimu dengan sebesar-besarnya cintaku kepada orang lain. Aku ingin mengenalmu lebih lekat, agar aku tak lagi melukai dengan dalih tak sengaja.

Lusa kemarin, aku hanya terdiam bisu ketika kau menangis dan menjerit. Seolah aku ingin mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Tapi aku salah, justru secepat itu kau menyembunyikan dirimu dalam ruang yang gelap. Tidakkah itu terlihat begitu putus asa?

Aku tau kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri, tapi ketahuilah jika dadaku terasa begitu sesak saat kau terluka. Aku merasakan itu dan aku juga meneteskan air mata.

Aku ingin mencintaimu dengan angkuhnya, hingga tak satu setanpun yang mampu menggoyahkan niatku.

Aku ingin menjagamu dengan setulusnya, hingga tak ada lagi yang lebih ku utamakan selain dirimu.

Hingga aku tak tau apa yang kau butuhkan agar mampu mengembalikanmu seperti sedia kala.

Aku tak kehilangan apa-apa. Namun, kau menjerit ketika kehilangan rumah.

Aku menjadi tak berguna seketika itu.

Maaf, maafkan aku yang kerap mengabaikanmu.
Sungguh aku ingin mencintaimu, hatiku.

Maaf, maafkan aku yang selalu menggunakanmu dan terus memintamu untuk bekerja, sebab itulah aku yang tak bisa melangkah tanpa menggunakan hati (menggunakan mu).

Seharusnya aku mencintaimu sejak awal, sebelum ku jatuhkan kamu (hati) pada orang lain.

Aku menuliskan surat ini, barangkali kau ingin mendengar apa yang ku pikirkan.
Percayalah apa-apa yang akan menjadi milikmu pasti tak akan tetap mendapatkanmu.

Akupun berdoa kepada langit agar selalu diberikan yang terbaik untukmu, semoga semesta turut mengaminkan.

Semoga kau bisa mengerti, hatiku.