Aku yang pernah mencintaimu 14 Mei 2017

Dua tahun merayakan 14 Mei bersamamu.

Selamat ulangtahun, semoga kebahagiaan terlimpah untukmu. Semoga Tuhan menjauhkan apa-apa yang tidak bahagia untukmu.

Aku masih ingat tahun pertama mengirimkan 1 set buku bumi manusia sebagai hadiah ulangtahun.

Mengunjungi mu dari Kalimantan ke Sumatra bukan perjuangan sederhana. Harus melewati transit Jakarta menunggu beberapa jam. Hal paling aku tidak suka berada dalam pesawat yang membosankan. Itu semua bukan hal yang membuatku berhenti untuk berjuang.

Bersama denganmu menghabiskan banyak waktu adalah hal yang sangat membahagiakan untukku. Berkali-kali kau pernah mengatakan tidak pernah merasakan cinta seperti yang kau rasakan padaku.

Masih ku ingat jelas kita hanya bertemu saat sarapan bersama kemudian kamu harus segera kerja pagi sekali.

Aku tak kehabisan ide, setiap pagi selalu olahraga melintasi tempatmu bekerja, rumah sakit swasta terbesar di sumbar.

Aku tak pernah mengeluh setiap hari keberadaanku di Sumbar hanya memiliki sedikit waktu bertemu denganmu. Menunggumu pulang di cafe rumah sakit, melihatmu tersenyum dengan pakaian dinas. Mendengarmu berbincang ramah dengan para pasien.

Aku pernah secinta itu denganmu. Aku pernah sebahagia itu bersamamu.

Tahun berikutnya sengaja ku lewatkan bersamamu bahkan sebelum 14 Mei sudah ku langkahkan kaki di Sumbar. Menyiapkan kejutan sederhana. Mencari birthday cake yang aku benar-benar tidak pernah tau arah kotamu.

Birthday cake yang baru bisa kau tiup lilin ketika malam hari, sebab harimu tersita untuk pekerjaan. Tahun itu, justru aku yang mendapat kejutan, perihal pernikahanmu.

Ada sesak, ada sakit ada nyeri yang tak tertahankan. Ada tangis, ada luka ada kata yang sudah tak bisa dinegosiasi. Rencana pernikahanmu dengan orang yang sudah dipilihkan keluarga besarmu.

Seolah aku menyerahkan hati untuk terluka jauh lebih dalam tahun itu, hari ulangtahunmu.

Seolah aku sengaja ingin melihat kau tusukkan belati itu secara langsung tepat di hatiku.

Aku membawa hatiku yang terluka beberapa hari menjauh darimu, di hari lamaranmu, hari dimana kakiku berada di kotamu.

Patah hati tersakit yang pernah aku rasakan. Perihku menjerit tanpa ampun. Aku seorang kekasih yang tiba di Sumatra kotamu dan ternyata hari itu adalah hari istimewa (lamaran)mu.

Aku tak hanya menangis, sayang. Aku melihat hatiku berkeping perih. Aku pulang dengan airmata meninggalkan kotamu. Aku pulang dengan luka yang sulit untuk pulih.

Kau tak ada ketika aku terpuruk menjerit perih, kau ada hanya untuk “kamu bisa dapat yang lebih baik dari aku.”

Atas nama hatiku yang terluka aku berjanji saat itu akan segera bangkit dan mendapatkan yang lebih baik darimu, dengan tertatih.

Aku berjanji untuk bahagia seperti kebahagiaan-kebahagiaan mu.

Aku berjanji untuk tidak membiarkan hatiku sedikitpun mengingat luka perihal pernikahanmu.

Aku berjanji untuk ikhlas.

Dan, aku capai semua itu.

Hari ini, hari dimana aku pernah menangis. Hari ini hari kebahagiaanmu dan saat menulis ini aku tersenyum mengingat sebegitu besarnya aku pernah mencintai juga pernah patah sepatah-patahnya.

Tahun ini kau kembali hadir dengan cerita jika perjodohan tak selalu bisa berjalan seperti harapan keluargamu.

Tetaplah berjuang untuk masa depanmu. Tetaplah berdiri dengan kakimu.

Dengarlah, jika aku pernah bangkit dan berdiri sendiri ketika terpuruk dengan pernikahanmu. Maka kaupun bisa bangkit dari keterpurukan itu.

Kau seorang anak yang patuh terhadap aturan adat keluarga. Kau yang tak pernah ingin melihat keluargamu merasa tak nyaman. Kau yang mengajari ku tentang lebih dalam mengerti agama. Kau dengan isi kepalamu kerap menjelaskan perihal penyakit-penyakit yang ingin ku mengerti. Kau dengan bibir lembutmu.

Terimaksih sudah pernah ada, terimakasih kita pernah bahagia bersama. Saling menjaga dan menertawakan hal-hal bodoh bersama. Terimakasih untuk cintamu yang juga sebegitu besarnya.

Selamat ulangtahun. Semoga Allah selalu menjagamu.

Jika aku inginkanmu

Mataku tertuju pada layar laptop, telingaku mendengar lagu-lagu terputar secara acak.

Harusnya, harusnya malam ini ku selesaikan editing satu cerita. Kursorku tak bergerak sama sekali, moodku justru hilang seketika.

Aku butuh sesuatu yang riang, sesuatu yang manis, sesuatu yang menumbuhkan semangat-semangat dalam menuliskan fiksi.

Aku butuh kamu, aku butuh menumbuhkan cinta sebab ‘jatuh cinta’ bukan lagi perkara-perkara yang bisa ku percaya untuk tetap mampu bertahan.

Pada batas keruhnya keinginan, pada relung inginnya memiliki.

Jika aku lupa bagaimana cara memiliki seseorang, maukah kau datang dan mengajariku untuk mulai memberanikan diri mencintai lagi.

Jika aku penuh dengan ketakutan-ketakutan, maukah kau memeluk hangat dan mengatakan jika semua cinta memiliki caranya masing-masing dan tak untuk menyajikan ruang menakutkan.

Jika aku diam, tak mampu mengatakan isi hati, mau kah kau menuntunku pelan sampai ku miliki lagi rasa percaya diri dan berdiri di hadapanmu untuk menggenggam jemari tanganmu.

Jika aku adalah kisah yang penuh luka, maukah kau mengatakan “cintaku untukmu adalah keyakinan dari hati tak untuk sementara, tak untuk pelarian dan juga tak untuk menjatuhkanmu.”

Jika aku inginkamu, mau kah kau mencintaiku setulus kepunyaanku??

Naskah terbit


Jika seorang editor mengeluhkan editing naskah yang katanya bisa bikin naik darah,Lantas kenapa naskah tersebut bisa lolos seleksi penerbit?

Tiba-tiba pertanyaan tersebut terlintas di benak saya ketika melihat cuitan keluhan dari seorang editor. Ia mengatakan jika mengedit naskah buruk bisa menyebabkan naik darah.

Seharusnya memang secara logika jika naskah tersebut kurang baik dan bisa menyebabkan naik darah seperti ungkapan sang editor, kenapa bisa diterima oleh penerbit?

Menerbitkan naskah bak mencari jodoh dan rezeki. Bisa jadi berjodoh tapi jika tidak rezeki juga tidak mendapatkan respon yang bagus.

Ada banyak hal kenapa para penulis bisa menerbitkan naskah, diantaranya:

1. Faktor keberuntungan

Ada beberapa penulis yang memang baru pertamakali mencoba kirim ke penerbit ternyata naskah tersebut terpilih untuk diterbitkan, hal tersebut tentu dibarengi dengan kualitas tulisan yang baik. Ada juga yang memang benar-benar beruntung walaupun tulisan kurang mumpuni.

Berlaku juga untuk beberapa public figure sekalas selebtweet atau selebriti yang memili lebih banyak faktor keberuntungan.

2. Relasi

Terlepas dari tulisan itu baik atau tidak, biasanya relasi sangat bisa menentukan. Contohnya jika kamu bisa dekat dengan salah seorang editor senior atau memiliki koneksi dengan penerbit terkait. Tidak butuh waktu dan perjuangan lama.

3. Jatah

Yang dimaksud sebagai jatah di sini adalah untuk mereka-mereka yang biasanya bekerja di penerbit. Beberapa diantaranya memang menawarkan kesempatan menerbitkan buku kepada karyawannya. Bagian ini juga lebih cepat proses terbitnya.

4. Kualitas/prestasi

Bukan dari faktor keberuntungan, relasi ataupun jatah. Benar-benar dikarenakan kualitas tulisan yang bagus. Banyak yang bisa lolos untuk poin yang 1 ini. Itu sebabnya buku yang mereka hasilkan juga berkualitas. Ada sebagian yang memang harus kerja keras dulu untuk bisa sampai di fase ini.

Ada banyak faktor-faktor lain yang bisa menjadi latar belakang penerbitan sebuah buku.

Seorang penulis hanya bertugas menulis, untuk penerbitan serahkan kepada nasib dan bantuan semesta.

Biarkan naskah itu berjuang untuk dirinya. Yang lebih penting dari naskah berhasil diterbitkan adalah konsistensi dalam menulis. Alangkah sayangnya setelah naskah bisa terbit namun intensitas menulis menjadi menurun.

Suatu saat kualitas dari seseorang akan terlihat dari isi buku yang ia hasilkan.

Tetap tulis, tak perlu kawatir mengenai diterbitkan atau tidak.

Tak harus selalu aku

Jika kelak engkau jatuh cinta padaku, mengertilah jika aku tak mampu utuh untukmu.

Ada banyak hal yang harus kita saling mengerti. Engkau memiliki kehidupan lain selain itu. Engkau memiliki cita-cita yang sudah tergantung sejak lama.

Jika kelak engkau jatuh cinta padaku, aku akan tetap ingin melihatmu menjadi apa adanya dirimu.

Bertemulah dengan banyak orang, berkembanglah dengan potensi yang ada di dirimu.

Aku akan mengiringimu untuk mewujudkan yang kau cita-citakan. Aku akan selalu menjadi rumah untuk kau pulang dan melepas lelah setelah bertemu dengan banyak orang.

Sadarilah, ada duniamu yang luas dan tak harus kau tinggalkan.

Ketahuilah, ada sebagian tawamu yang juga menjadi milik mereka-mereka.

Namun, hati serta cinta dengan utuh adalah aku menjadi pemilik tunggal.

Kita adalah aku dan kamu.

Kamu adalah aku, dirimu dan mereka.

Aku adalah aku juga kamu serta aku yang selalu ada untukmu pulang.

Ketahuilah sayang, ada banyak hal yang tak harus selalu aku. Namun, bukan berarti semua hal harus berjalan tanpa cinta kita yang mengiringi.

Aku menyukai ketika mereka memujimu, aku menikmati mendengar kisah-kisah mereka dari bibirmu. Aku juga tak pernah ingin kau kehilangan apapun yang sudah ada.

Aku sebagai pelengkapmu, bukan aku sebagai penggerus kebahagiaanmu.

Jika kelak engkau jatuh cinta denganku, izinkan aku mengenal rasa dimiliki (lagi).