Setahun yang lalu aku menulis pada hujan dengan riangnya. Benar adanya aku menyukai ketika titik bening itu menyentuh ubun2 kepala tanpa permisi. Tak terelakkan sepertinya aku menikmati setiap riuh hentakan bulirnya pada bumi pada pori lapisan luar tubuhku. Menghujaniku dengan bahasa merah jambu adalah awal kisah.
Sebulan yang lalu aku masih menulis pada hujan dengan rindu yang menggebu. Hujan mengukir memori ketika genggaman tanganmu menguat pada redamnya api cemburu bukan hanya oleh hujan tapi juga oleh ketulusanmu. Tidaklah salah jika disebut sebagai jatuh cinta berulang kali pada sosok yang sama. Tentang pujaan hati, tentang rindu yang tak mau berhenti membangun jalan baru agar dipertemukan. Menghujaniku dengan kata tak ingin berpisah adalah teguhku.
Sehari yang lalu akupun masih saja menulis bersama hujan. sayangnya kali ini adalah hujan air mata. Benar adanya langit bersedih memeluk luka hati yang berkeping terjatuh tanpa ada lagi sosok yang memiliki. Lumpuh akan nafas cinta, buta atas semua mimpi. Belum selesai ku ceritakan tentang hujan namun sendiri setelah kau tinggal pergi. Menghujaniku dengan tetesan tanya tanpa kejelasan.
Sejam yang lalu aku menulis cerita ini dalam hujan. Kali ini saja, tolong hujani aku dengan pilar-pilar semangat agar ku mampu bangkit dari keterpurukan.
Sedetik yang lalu aku masih bersama hujan, hujan air mata.