Aku tidak tau harus memulai dari mana untuk proyek menulis surat tapi aku tau harus kemana mengirim surat. Walaupun sebenarnya aku tidak tau juga alamat yang ku tuju tapi aku tau untuk siapa surat ini akan kuberikan.
Rumit? Memang, tapi tak serumit rasa rindu yang tak pernah bisa disampaikan. Mereka selalu menjawab ‘doakan’. Iya, aku berdoa dan ternyata tidak ada hal yang mampu mengurangi rasa rindu ini. Mungkin sejatinya doa dan rindu adalah hal yang terpisah.
Aku sudah berkali-kali menyibukan diri agar tak sesak ketika mengingat semua. Sesungguhnya kesibukan hanya menipu sejenak dan akan terus hadir ketika berhenti melakukan rutinitas itu.
Bukan perkara mudah perkara rindu kepada seseorang yang sudah tidak ada di sisi, bahkan tidak ada di belahan bumi manapun.
Hingga aku menemukan kata ikhlas, iya aku ikhlas atas kehilangan. Aku ikhlas atas rindu yang tak pernah bisa ku sampaikan. Aku ikhlas melepas kepergian ayah ke surga.
Mengobati rindu dengan ikhlas? Jujur, itu tidak berhasil. Namun setidaknya tidak terasa berat di hati dan dengan nafas yang lebih melegakan.
12:07 wita dini hari setelah acara peringatan kepergian ayah, aku menulis dan aku menangis.
Ayah, terimalah cinta yang begitu berat dengan rindu dari anakmu.
Aufa.