Apa yang kau tau dari kehilangan?
Ketika semua orang memuja Februari dengan cinta dan euforia merah jambu.
Apa yang kau tau dari merindukan?
Ketika sosoknya tak ada di sudut dunia manapun.
Apa yang kau tau dari doa?
Ketika rindu selalu dijawab dengan ‘doa’.
Apa yang kau percaya dari sebuah ucapan “masih bisa bertahan hingga lima tahun”, yang nyatanya sebulan kemudian segalanya lesap.
Hai cupid, bukankah kau adalah bagian dari cinta?. Mana cinta untukku? Yang justru Februari hanyalah mengingatkan atas kehilangan teramat sangat.
Suatu ketika rinduku terlalu menghujam, mampukah kau memberiku cinta yang sudah tak ada di dunia manapun.
Aksaraku terhenti,
Semangatku tak lagi bernyanyi
Aku sangat merindukannya.
Yang tersisa dari Februari adalah rasa bersalah dari sebegitu besarnya mencoba mempertahankan seorang yang berarti namun tetap gagal.
Hai cupid, tidurku tak pernah nyenyak lagi. Seteguk obat batuk agar memaksakan diri untuk terlelap. Bukan suatu kewajaran tapi itulah caraku bersahabat dengan malam.
Banyak rasa bersalah menggelayut. Sendainya dan seandainya selalu ingin melakukan yang terbaik, mungkin aku tak akan merasa kehilangan sesakit ini.
Hai cupid, aku merindukannya dengan sangat. Aku merindukan ayah. Bawakan sebungkus cinta dari ayah untukku.
Cupid, aku belajar cukup banyak mengenai kabar duka mengenai ayah di linimasa justru dianggap sebagi berita palsu untuk mencari popularitas, sungguh perih.
Akupun belajar mengerti siapa teman yang membantuku berdiri, bukan mereka yang tertawa ketika melihat ayah bertingkah layaknya anak kecil.
Ayahku tidak sedang bermain cupid, tapi ayahku kehilangan sebagian memorinya hingga menjadi seperti tak mengenali banyak hal.
Kini ayah sudah tak bersamaku lagi. Jika benar Februari perkara cinta, izinkan aku menitipkan banyak cinta untuk ayah.
Terimakasih cupid.
Dari aku yang merindukan ayah di surga.
Aufa