Masih menggerutu?
Baiklah, mungkin dengan surat ini aku bisa dengan jelas menyampaikan maksudku selama ini. Semoga kau membacanya hingga tuntas sembari menikmati secangkir kenangan, maaf kopi atau teh maksudku.
Kau bilang menyukai ku? Tapi anehnya kau selalu menjauhiku jika aku hadir. Kau yang selalu memujaku lewat aksara, namun sayangnya sumpah serapah ketika melihatku mulai melangkah.
Bagaimana dengan keinginanmu menari kala hujan? Bagaimana dengan keromantisan yang hadir ketika aku berderai lembut.
Aku tidak terluka, aku tidak marah. Kehadiranku yang kadang kalian caci hanyalah sebagai cara agar kalian lebih menjaga bumi dan lebih menjaga kesehatan.
Semua itu anugerah yang tak terganti, seharusnya kalian tetap bahagia ketika aku hadir.
Bencana? Bukan inginku, jika kalian mendengar jeritan bumi mestinya tak harus lupan air menggenangi kehidupan kalian.
Kalian memohon, meminta dan berdoa ketika aku tak hadir. Namun jika aku tiba justru cacian dan keluh kesah yang ku terima. Sedikit yang bersyukur.
Hidup memang tak semudah ucapan juga tak akan selalu seperti apa yang kita mau. Akupun belajar untuk menerima segala keluhan bahkan cacian kalian.
Tidak bisakah kita bersahabat? Layaknya keindahan puisi yang kalian tujukan untukku atapun kebahagiaan karena berada dalam dekapan orang yang kau cinta, kala hujan.
Sungguh, aku tidak bermaksud jahat. Itu hanya caraku menyampaikan kehendak.
Dariku,
Hujan