Teruntuk ayah di Padang.
Mohon maaf (lagi) untuk yang terakhir saya harus menggunakan surat virtual. Mengingat ini adalah surat terakhir saya untuk ayah.
Ayah, begitu lihai saya menyusun aksara hingga pernah menjadi penulis terpilih untuk cerpen dengan tema move on. Dalam balutan fiksi gubahan aksara saya begitu indah. Beberapa quotes dalam cerpen tersebut menjadi tagline utama peluncuran buku. Tapi sayangnya, saya tak mampu menyusun kepingan hati sendiri semudah menulis fiksi. Iya, hati saya berkeping ayah. Menulis jauh lebih mudah tinimbang menerapkan life guide tulisan fiksi saya sendiri.
Semula memang sebuah janji terucap pada bibir sulung ayah. Menjadikan saya yang terakhir. Saya sangka hubungan kami hanya akan kandas oleh perjodohan yang ayah gaungkan untuk dia. Ternyata tidak. Kisah kami berakhir patah oleh janjinya. Seluruh kepercayaan dan cinta yang saya berikan hancur sebegitu cepatnya. Kebodohan saya yang tidak mampu membaca pertanda. Kesabaran saya yang menjadikan logika semakin buta.
Kehilangan kali ini begitu menyakitkan ayah. Saya berikan hampir seluruh cinta untuknya. Hingga saya tidak ingat untuk memberikan cinta kepada diri saya sendiri. Sebab kini, saya tertikam oleh cinta itu dengan perih. Habis sudah semua mimpi yang pernah kami gantungkan pada angkasa. Di kolong lagit saya meringkuk dalam sedan. Terisak tiada mengenal batasan dan bahkan berhenti melakukan apapun.
Pramoedya Ananta Toer menyebut pada bukunya Bumi Manusia Cinta yang memiliki kekuasaan bisa membangun bahkan menghancurkan. Saya membangun kokoh hubungan ini dengan ketulusan. Sayangnya, saya justru hancur oleh cinta yang berpaling. Seperti tokoh Annalies Mellema pada novel tersebut, ia memilih menerima keadaan ketika orang yang dicintainnya dianggap sudah tak memperjuangkan kehadirannya lagi. Menerima semua tanpa perlawanan sedikitpun.
Mevrouw Annelis Mellema hidup dengan cinta tapi harus mengecap derita pergi meninggalkan semua. Mevrouw Annelis dalam bahagia menanggalkan Juffrouwnya untuk yang tercinta, kemudian tumbang seketika. Tentu saja tidak mudah ayah. Memaksa tetap bertahan tiada kuasa. Sebab cinta memang membutuhkan perjuangan, bukan sekedar ucapan dibibir saja. Sekiranya ayah pernah membaca novel ini pasti akan cukup mengerti. Mengingat ayah seorang penikmat buku roman klasik.
Inilah akhir dari cerita kami ayah. Hari itu, saya dapati ia begitu bahagia dengan cintanya yang baru. Setelah menjalani fase keterpurukan, jelas saya ingin bangkit lagi. Saya melepas untuk kebahagiaan dirinya. Telah hadir orang lain yang mampu menguatkan kerapuhannya bahkan sebelum saya rapuh dibuatnya. Itu jauh lebih melegakan. Sebab selama ini dialah hati yang selalu ingin saya jaga.
Benar, saya sangat memujanya. Ia adalah sulung yang memberikan kasih sayang kepada adiknya hingga tumpah-tumpah. Ia selalu terlihat selalu tegar bahkan sangat membenci air mata. Ia akan selalu meminta saya untuk menghentikan tangis, karena untuknya semua itu hanya sia-sia belaka. Ah ayah, dalam luka masih saja saya memujinya. Bukan berarti saya menaruh harap. Namun inilah memori yang masih tak kuasa saya hapuskan.
Oiya ayah, perihal kunjungan saya ke Padang. Hati ini terlanjur mencintai ranah Minang. Suatu saat nanti saya akan tetap menjejakkan kaki di Minang. Sempet terbesit impian ingin menikmati sepiring nasi Padang di Padang, disuap oleh orang Padang. Walaupun tanpa tangan sulung ayah yang memberi suapan, barang kali tangan Uda penjual nasi Padang bisa menjadi gantinya hehe.. Sedikit bercanda ayah, agar tak terlalu larut duka saya dalam surat ini.
Saya banyak mengenal tentang ayah dari dia. Semoga ayah sehat selalu. Kiranya kita memiliki jodoh untuk bertemu. Asal bukan di rumah makan Padang Rinai Pembasuoh luko. Sudah pasti hidangannya bukan pedas tapi justru asin. Akibat air mata mantan yang taluko. Terimakasih untuk semuanya ayah, pun dengan kesempatan pernah mencintai sulung ayah.
Banjarmasin, hari ini.
Salam sayang saya
Ada pertemuan ada perpisahan, hal yang biasa dalam hidup manusia. semoga kau tak kehilangan semangatmu mencinta yaaa
-Ikavuje
Terimakasih banyak. Tidak akan pernah ada habisnya untuk cinta 🙂
ah.. bumi manusia.. udah lupa isinya tentang apa.. cuma inget ‘minke’ aja 😀
Aufa malah baru baca a. Sambungannya belum dapat ehehe.. seru ternyata
aku baca waktu SMA atau awal2 kuliah.. waktu itu bukunya masih dilarang beredar.. tapi cowo nya kakak (yg notabene wartawan) punya bukunya.. jd pinjem deh 😀
wah aufa malah baru baca, karena amat sangat tebal jadi baru kebaca hahaha
Kesibukan aku belajar hidup dkota yg baru membuat aku melewatkan tulisan2mu fa.. n tulisanmu tetap membuat aku tersenyum di akhir cerita.. walopun sbenernya tulisannya sedih yaa.. apa ini artinya aku gagal fokus? Hahha..