Kidung Sendiri

Aku pernah mencuri senyummu walau ternyata jutaan senyum baru mudah sekali merekah tanpa mengurangi keindahannya. Adalah balada kehilangan yang justru membuatmu merona.

Aku pernah berada dalam rumah yang selalu memanggil ketika aku tersesat. Rumah yang begitu nyaman seperti pelukan seorang yang jatuh cinta.

Tak ku sangka di rembang senja harus meninggalkan rumah dan mengembalikan senyum itu. Pengembara yang terampas haknya, tidak lagi gemerisik angin membisik untuk bertahan.

Aku tak ingin bicara pada siapapun sebab menyerahkan rahasia luka hanya untuk dikontrol sebagai alih membantu menjaga. Jika tidak serapah menghujam laiknya tak mengenal budi. Seolah budi ingin digdaya setelah karma.

Hingga menulis tanpa arah, seperti menggoreskan sandi-sandi perihal kehilangan. Membongkar paksa rumusan bahagia.

Bukankah percuma menelusup kerumunan hari jika hanya untuk memburu yang tersudahi. Bukan inginku, ranggas sudah naluri untuk berjuang.

Kidung tak lagi menarik ketika sendiri. Perih mengental seiring pudarnya guratan senyum. Bukan kalah dalam medan laga hanya saja sudah berada di garis akhir.

This entry was posted in Poetry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *