PHP VIII ( iya bukan berarti ‘iya’)

Pagi yang disambut mentari dari pelataran rumah sembari mengenakan kaos kaki berwarna coklat muda dan pantofel hitam mika saya sudah memiliki daftar nama yang harus dengan tulus menghaturkan maaf ke mereka ya terutama kepada tokoh yang sering saya sebutkan dibeberapa cerpen saya, tak lain kepada Ibu Mia. First day at work, bukan perkara gampang untuk karyawan setelah melewati libur lebaran yang menurut kami para karyawan tambang sih tidak terlalu panjang karna H+3 sudah harus kembali beraktifitas. Nuansa ketupat dan opor yang masih kental dirasa ataupun limpahan kue yang identik dengan lebaran masih belum habis menjadi topic utama pembicaraan dari obrolan karyawan. Saling silaturahmi bersalam-salaman dengan latar belakang memohon maaf pun menjadi tradisi yang tak ditinggalkan. Jelas saja salah satunya saya sendiri selaku karyawan melakukan hal yang sama.
Kembali ke topic awal mengenai Ibu Mia, menurut kabar semua satwa yang lingkupnya lebih besar dari sekedar kabar burung, ibu mia tidak mudik dan untuk memastikannya saya coba cros cek ke yang bersangkutan melalui pesan singkat
Fa: “assalamualaikum ibu, mohon maaf lahir bathin buat kesalahan aufa, ibu mudik ya?”
Mia: “Waalaikumsalam, mohon dimaafkan juga untuk kesalahan kami sekelarga mba, tidak mudik”
Fa: ”iya ibu berarti hari ini bisa masak buat makan siang ya, hari ini ada sekitar 135 karyawan”
Mia: “iya bisa mbak, nanti saya masakin yang segar capcay supaya tidak bosan sama opor”
Fa: “sip laahhh”

Satu masalah urusan di atas pusat yang menyangkut hajad hidup orang banyak terselesaikan sudah, walaupun hari pertama tetap saja terasa berat karna banyak atasan yang masih cuti dan semua kegiatan dilimpahkan pada karyawan yang tidak mudik, salah satunya saya yang seharusnya tidak memiliki ranah untuk ngurusin makan siang karyawan, dengan adanya kehadiran ibu Mia saya tidak perlu menugaskan karyawan lain untuk membeli nasi padang untuk makan siang. Biiippp….. tak lama ponsel saya berbunyi sebuah pesan singkat atas nama ibu Mia di layar ponsel
Mia: “mbak kalo sayurnya tidak lengkap gimana?”
Fa: “gpp bu asal beneran capcay bukan seperti kemaren-kemaren ibu bilang capcay tapi nyatanya cuman tumis wortel”

Seharusnya tidak perlu juga hal sesimple itu dipertanyakan, namun tetap saya tanggapi positif barang kali beliau takut salah atas menu yang akan disajikan. Selang sepuluh menit kembali pesan singkat dari beliau saya terima
Mia: “tidak salah lagi mbak, saya memperdalam ilmu memasak ko”
Mengangkat alis samping kiri ke atas, begitu expresi saya melihat sms yang beliau kirim tanpa membalasnya. Kembali harus mengerahkan seluruh karyawan lapangan untuk memulai cek unit kerja mereka dibarengi keringat mulai bercucuran ketika dengan gagahnya matahari bersinar tanpa ragu. Kembali seorang ibu Mia membuyarkan konsentrasi kerja saya dengan sms beliau
Mia: “mbak make sosis sama bakso juga bisa?”
Fa: “iya”
Membalas dengan singkat berharap beliau mengerti kondisi saya yang sedang sibuk dengan pekerjaan, namun tidak bertahan lama kembali beliau bertanya melalui sms
Mia: “kunci lemari pantry tempat naruh piring dimana ya mbak?”
Sedikit menahan rasa kesal atas sms beliau yang sudah cukup mengganggu akhirnya tetap saya balas
Fa: “aduh saya tidak ngurusin yang begituan, lagian yang tau masalah kunci pantry kan anak ibu, coba Tanya ke dia deh, maaf ibu saya repot ini”
Mia: “kalo jam segini beli ikan segar dimana ya mbak?”
Fa: “pasar”

Setelah itu saya non aktifkan ringtone ponsel dan kembali melakkan aktifitas di lapangan yang ternyata secara kebetlan pada hari pertama kerja team kami dihadapkan oleh engine conveyor yang tidak berfungsi sehingga hars menyiapkan alternative lain agar proses produksi penggalian batu bara tetap berjalan seperti biasanya. Tanpa terasa sirine yang menandakan istirahat siang tepat pada pukul 12 siang sudah berbunyi, dalam benak hanya memikirkan makan siang yang bahkan apapn bentuk capcay nya saya tidak begitu peduli asalkan bisa membuat cacing-cacing dalam perut saya tidak berontak. Sambil menunggu karyawan lain selesai makan, siang itu saya mandi membersihkan badan setelah bertempur dengan sinar matahari.
***
Hampir pukul satu siang ternyata belum ada juga hidangan makan siang di pantry, yang kemudian saya mengutus pak Ali office boy yang memiliki jambang tipis dan sedikit keibuan jika dalam bahasa gal disebut melambai, ke rumah ibu Mia yang letaknya tidak jauh dari kantor untuk membantu beliau, barangkali ibu Mia kerepotan di hari pertama. Kegelisahan nampak di wajah para karyawan dengan kondisi mereka sedikit ngedumel bahkan tak sedikit yang memegang perut sebagai pertanda ketelatan mendapatkan supply makanan. Begitu juga dengan saya yang semakin gelisah bukan hanya karena tingkat kelaparn setaraf zeus tapi juga tingkat kekawatiran belum hadirnya ibu Mia, kali ini saya benar-benar memerlukan kehadiran beliau di sisi saya, sebelum beliau berada di sisi-Nya mungkin #ehh.

Biiiipp…. Sms dari pa Ali, dengan keringat segede biji jagung terasa dingin siap menetes dari kening saya dibarengi rasa gugup membuka sms pa Ali tepat di pukul 13.27 wita
Ali: “mb4k, iboe mi4 nY4 tidak masak”
Dhuuuuuaarrrrr!!!!! Bagaikan tersambar petir di siang bolong, keringat sebesar biji jagung menguap tanpa jejak, dengan wajah ibaratkan kepiting rebus berwarna merah redam dan nuansa terong goreng dari merah redam menjadi ungu berontak adalah siklus wajah saya sambil dengan cekatan saya telpon ke ponsel ibu mia
“ Ibu kenapa ga masak? Bukannya tadi katanya masak capcay sampai nanyain saya segala masalah sayurnya lengkap ata ga “ sambil menahan emosi berusaha setenang mungkin.
“ kan saya Cuma jawab iya mbak, bukan berarti mau masaknya hari ini, saya masil ma meliburkan diri “ jawab beliau dengan sedikit irama getaran mendayu bak andika kangen band
“ tapi kenapa ga bilang kalau ga mau masak, bilangnya tadi iya iya aja, tau gitu saya suruh orang beli keluar “ kehabisan daya menahan amarah nada bicara saya pada titik terendah melebihi kerendahan pohon labu.
“ wah mbak aufa berharap banget ya, eh mangga di kantor sudah masak belum mbak? Saya… xcbfhfyrirfhghghghg”
Tuutt!!!! *memutuskan saluran komunikasi*

Untuk menyelamatkan kelangsungan hidup karyawan walapun sedikit terlambat tapi mereka masih bisa menikmati late lunch dengan nasi padang. Dan ternyata ‘iya’ yang beliau sampaikan masih tidak dapat dipertanggung jawabkan, dan masih saja menjadi Pemberi Harapan Palsu pantry. Sampai kapan? Mungkin sampai nanti ada tawaran menjadikan buku dari cerpen PHP berseri saya ^^

2 thoughts on “PHP VIII ( iya bukan berarti ‘iya’)

  1. Suraam… 😀
    Pak Ali pasti pas remaja dulu AGB ya..(Anak Gaul Banjar)
    Btw surveyor tp kok ngurusin catering jg mbak?? c(.’́ ̯’̀. )

Leave a Reply to proudtobeagooner Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *